Archives

gravatar

DEFINISI DAN UNSUR PAJAK

DEFINISI DAN UNSUR PAJAK
Definisi atau pengertian pajak menurut Prof.Dr.Rochmat Soemitro, SH :
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum.

FUNGSI PAJAK
  1. Sebagai budgetair, merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
  2. Sebagai pengatur (regulerend), merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi.
  3. Sebagai pemerata, merupakan alat untuk meratakan kesenjangan sosial disetiap daerah dan antar individual, pembangunan daerah.

PENGELOMPOKAN PAJAK
  1. Menurut golongannya
a.       Pajak langsung, yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : pajak penghasilan.
b.      Pajak tidak langsung, yaitu pajak yang pada akhirnya dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contoh : Pajak pertambahan nilai.
  1. Menurut sifatnya
a.       Pajak subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak, contoh : pajak penghasilan.
b.      Pajak objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contoh : pajak pertambahan nilai dan pajak penjualanan atas barang mewah.
  1. Menurut lembaga pemungutnya
a.       Pajak pusat, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan digunakan untuk membiaya rumah tangga negara. Contoh : pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, pajak bumi dan bangunan, dan bea materai.
b.      Pajak daerah, yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan untuk membiaya rumah tangga daerah. Contoh :
-          Pajak propinsi, contoh : pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air, pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
-          Pajak kabupaten / kota, contoh : pajak hotel, pajak restoran, pajak hiburan, pajak reklame, dan pajak penerangan jalan.

TATA CARA PEMUNGUTAN PAJAK
  1. Stelsel pajak
a.       Stelsel nyata (real stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada objek (penghasilan yang nyata) sehingga pemungutannya baru dapat dilakukan pada akhir tahun pajak, yakni setelah penghasilan yang sesungguhnya diketahui. Stelsel nyata mempunyai kelebihan atau kebaikan dan kekurangan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak yang dikenakan lebih realistis. Sedangkan kelemahannya adalah pajak baru dapat dikenakan pada akhir periode.
b.      Stelsel anggapan (fictive stelsel)
Pengenaan pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh undang-undang. Misalnya, penghasilan suatu tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnya, sehingga pada awal tahun dianggap sama dengan tahun sebelumnnya, sehingga pada awal tahun pajak sudah dapat ditetapkan besarnya pajak yang terutang untuk tahun pajak berjalanan. Kebaikan stelsel ini adalah pajak dapat dibayar selama tahun berjalan, tanpa harus menunggu pada akhir tahun. Sedangkan kelemahannya adalah pajak yang dibayar tidak berdasarkan keadaan yang sesungguhnya.
c.       Stelsel campuran
Stelsel ini merupakan kombinasi antara stelsel nyata dan stelsel anggapan. Pada awal tahun, besarnya pajak dihitung berdasarkan suatu anggapan. Kemudian pada akhir tahun besarnya pajak disesuaikan dengan keadaan sebenarnya. Bila besarnya pajak menurut pajak harus menambah. Sebaliknya, jika lebih kecil kelebihannya dapat diminta kembali.
  1. Asas pemungutan pajak
a.       Asas domisili (asas tempat tinggal)
Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik penghasilan yang berasal dari dalam maupun dari luar negeri. Asas ini berlaku untuk wajib pajak dalam negeri.
b.      Asas sumber
Negara berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya sendiri tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak.
c.       Asas kebangsaan
Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara. Misalnya pajak bangsa asing di Indonesia dikenakan pada setiap orang yang bukan berkebangsaan Indonesia yang bertempat tinggal di Indonesia. Asas ini berlaku untuk wajib pajak luar negeri.
  1. Sistem pemungutan pajak
a.       Official assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak :
Ciri-cirinya :
-          Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus
-          Wajib pajak bersifat pasif
-          Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus
b.      Self assessment system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang.
Ciri-cirinya :
-          Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri.
-          Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor dan melaporkan sendiri pajak yang terutang
-          Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
c.       With holding system
Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
Ciri-cirinya : wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.

HAMBATAN PEMUNGUTAN PAJAK
  1. Perlawanan pasif
Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak, yang dapat disebabkan antara lain :
a.       Perkembangan intelektual dan moral masyarakat
b.      Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat
c.       Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik
  1. Perlawanan aktif
Perlawanan aktif melliputi semua usaha dan perbuatan yang secara langsung ditujukan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak.
a.       Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang.
b.      Tax evasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak)

TARIF PAJAK
Ada 4 macam tarif pajak L
  1. Tarif sebanding /proporsional
Tarif berupa persentase yang tetap, terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak.
Contoh : Untuk penyerahan barang kena pajak akan dikenai pajak pertambahan nilai sebesar 10%
  1. Tarif tetap
Tarif berupa jumlah tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap.
Contoh : Besarnya tarif bea materai untuk cek dan byliet giro dengan nilai nominal di atas 1 juta adalah Rp 6.000,-
  1. Tarif Progresif
Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
Contoh : pasal 17 UU PPh tahun 2000
  1. Tarif degresif
Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.

gravatar

ISTILAH-ISTILAH

1.       Wajib pajak (WP) adalah orang pribadi atau badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.
2.       Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politic, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, partai dan bentuk badan lainnya.
3.       Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim atau jangka waktu lain yang ditetapkan dengan keputusan menteri keuangan paling lama 3 (tiga) bulan tekwim.
4.       Tahun pajak adalah jang kawaktu 1 (satu) tahun takwim kecuali bila wajib pajak menggunakan tahun buku yag tidak sama dengan tahun takwim.
5.       Bagian tahun pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) tahun pajak
6.       Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat. Dalam masa pajak, dalam tahun pajak atau bagiantahun pajak menurut ketentuan peraturan perundang-undangn perpajakan.
7.       Penanggung pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban pajak menurut peraturan perundang-undangan perpajakan
8.       Surat paksa adalah surat perintah untuk membayar utang pajak dan biaya penagihan pajak sesuai dengan UU no. 19 tahun 1997 tentang penagihan pajak dengan Surat Paksa sebagaimana telah diubah dengan UU No. 19 tahun 2000.
Note : untuk pengertian-pengertian atau istilah-istilah selain tersebut di atas , akan dikaitkan langsung dengan pembahasan-pembahasan selanjutnya.

NOMOR POKOK WAJIB PAJAK (NPWP)
  1. Pengertian : suatu sarana administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas wajib pajak.
  2. Fungsi NPWP :
a.       Sebagai tanda pengenal diri atau identitas WP
b.      Untuk menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan dalam pengawasan administrasi perpajakan
  1. Pencantuman NPWP :
a.       Formulir pajak yang digunakan WP
b.      Surat menyurat dalam hubungan dengan perpajakan
c.       Dalam hubungan dengan instansi tertentu yang mewajibkan mengisi NPWP.
  1. Pendataran NPWP :
Form-form pendaftaran & perubahan data NPWP :PERPAJAKAN/PERTEMUAN I/LAMPIRAN/I
Beberapa syarat untuk memenuhi kewajibannya mendaftarkan diri untuk mendapat NPWP adalah :
-          Bagi wajib pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan, wajib mendaftarkan diri paling lambat 1 (sat) bulan setelah usaha mulai dijalankan.
-          Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan suatu usaha atau pekerjaan bebas apabila sampai dengan suatu bulan memperoleh penghasilan yang jumlah nya telah melebihi PTKP setahun, wajib mendaftarkan diri paling lambat pada akhir bulan berikutnya.
-          Berlaku juga untuk wanita kawin yang dikenakan pajak secara terpisah karena hidup terpisah berdasarkan keputusan hakim atau dikehendaki secara tertulis berdasarkan perjanjian pemisahan penghasilan dan harta.
  1. Penghapusan NPWP
NPWP dapat dihapus, antara lain karena :
a.       Wajib pajak orang pribadi meninggal dan tidak meninggalkan warisan.
b.      Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan
c.       Warisan yang telah selesai dibagi
d.      Wajib pajak badan yang dibubarkan secara resmi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
e.      Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang telah kehilangan statusnya sebagai bentuk usaha tetap
  1. Format NPWP
NPWP terdiri dari 15 digit, yaitu 9 (sembilan) digit pertama merupakan kode wajib pajak dan 6 (enam) digit berikutnya merupakan kode administrasi perpajakan.
XX.XXX.XXX.X-XXX.XXX
Note :
  1. Wajib pajak yang tidak diwajibkan mendaftarkan diri apabila memerlukan NPWP, dapat mendaftarkan diri dan kepadanya akan diberikan NPWP.
  2. Setiap wajib pajak hanya mempunyai satu NPWP untuk semua jenis pajak.
  3. Untuk perusahaan perseorangan, NPWP atas nama pemiliknya
  4. Untuk badan (misalnya PT) yang baru berdiri sebaiknya tetap mempunyai NPWP karena apabila rugi dapat dikompensasi dengan tahun berikutnya.

NOMOR PENGUKUHAN PENGUSAHA KENA PAJAK(NPPKP)
  1. Fungsi NPPKP,
a.       Untuk mengetahui identitas PKP yang sebenarnya,
b.      Untuk pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
c.       Untuk pengawasan administrasi perpajakan
  1. Pelaporan / Pengukuhan PKP
Form-form pendaftaran & perubahan data NPPKP :PERPAJAKAN/PERTEMUAN I/LAMPIRAN/I
Bagi pengusaha orang pribadi berkewajiban melaporkan usahanya pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP)  yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal pengusaha dan tempat kegiatan usaha dilakukan.
  1. Format NPPKP
Mulai tahun 1998, Nomor Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sama dengan Nomor Pokok Wajib Pajak, sehingga format NPPKP juga terdiri dari 15 digit.

SURAT PEMBERTAHUAN (SPT)
  1. Pengertian Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang terutang menurut peraturan perundang-undangan perpajakan.
  2. Fungsi SPT
Fungsi SPT bagi wajib pajak Pajak Penghasilan
a.       Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang.
b.      Untuk melaporkan pembayaran atau pelunanan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan atau melalui pemotongan pajak atau pemungutan pajak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.
c.       Untuk melaporkan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam satu Masa Pajak, yang ditentukan peraturan perudang-undangan perpajakan yang berlaku.
Fungsi SPT bagi Pengusaha Kena Pajak
a.       Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggung jawabkan perhitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah
b.      Untuk melaporkan pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran
c.       Untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan oleh Pengusaha Kena Pajak dan atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, yang telah ditentukan oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.
  1. Prosedur Penyelesaian SPT
a.       Wajib pajak dapat mengambil blanko SPT, mencetak dan atau memperbanyak untuk kepentingan pelaporan SPT
b.      SPT harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.
c.       SPT diserahkan kembali ke KPP yang bersangkutan dalam batas waktu yang ditentukan dan akan diberikan tanda terima tertanggal. Apabila SPT dikirim melalui kantor pos harus dilakukan secara tercatat, dan tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai tanda bukti dan tanggal penerimaan.
d.      Bukti-bukti yang harus dilampirkan pada SPT, disesuaikan dengan petunjuk yang berlaku pada setiap jenis SPT.
  1. Pembetulan SPT
Apabila diketahui terdapat kesalahan pada SPT, wajib pajak dapat melakukan pembetulan SPT atas kemauan sendiri dengan menyampaikan pernyataan tertulis dalam jangka waktu dua tahun sesudah saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, dalam hal ini wajib pajak dikenakan sanksi adiministrasi berupa bunga 2% sebulan atas jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak saat penyampaian SPT terahir s/d tanggal pembayaran karena pembetulan (maksimal 2 tahun).
  1. Jenis SPT
a.       SPT Masa, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat.
b.      SPT Tahunan, adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan penghitungan dan pembayaran pajak yang terutang dalam suatu Tahun Pajak.
  1. Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian SPT diatur sebagai berikut :
a.       SPT Masa
-          Pajak Penghasilan , paling lambat tanggal 20 bulan berjalan
-          Pajak Pertambahan Nilai, paling lambat akhir bulan berjalan
b.      SPT Tahunan
-          Pajak Penghasilan Tahunan Orang Pribadi, paling lambat 31 Maret 2010
-          Pajak Penghasilan Tahunan Badan, paling lambat 30 April 2010
  1. Sanksi Terlambat atau tidak menyampaikan SPT
a.       Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT masa :
-          Pajak Penghasilan Rp 100.000,-
-          Pajak Pertambahan Nilai senilai Rp 500.000,-
b.      Wajib pajak terlambat menyampaikan SPT Tahunan :
-          Pajak Tahunan Orang Pribadi Rp 100.000,-
-          Pajak Tahunan Badan Rp 1.000.000,-

SURAT SETORAN PAJAK (SSP) DAN PEMBAYARAN PAJAK
Contoh Surat Setoran Pajak :PERPAJAKAN/PERTEMUAN I/LAMPIRAN/II
  1. Pengertian, surat setoran pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui kantor pos atau bank Badan Usaha Milik Negara atau bank yang telah ditunjuk oleh Menteri Keuangan.
  2. Fungsi SSP
a.       Sebagai sarana untuk membayar Pajak
b.      Sebagai bukti dan laporan pembayaran pajak
  1. Batas Waktu Pembayaran atau Penyetoran Pajak
a.       SSP Masa
-          Pajak Penghasilan , paling lambat tanggal 10 bulan berjalan
-          Pajak Pertambahan Nilai, paling lambat akhir bulan berjalan
b.      SSP Tahunan
-          Pajak Penghasilan Tahunan Orang Pribadi, paling lambat 31 Maret 2010
-          Pajak Penghasilan Tahunan Badan, paling lambat 30 April 2010

SURAT KETETAPAN PAJAK
Pengertian surat ketetapan pajak, adalah surat keputusan yang menentukan besarnya jumlah pajak yang terutang, berupa Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), surat ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN).

SURAT TAGIHAN PAJAK
Surat tagihan pajak (STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan atau sanksi administrasi berupa bunga dan atau denda.
STP dikeluarkan apabila :
  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
  2. Dari hasil penelitian Surat Pemberitahuan terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dana atau salah hitung
  3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan atau bunga.
  4. Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1984 tetapi tidak melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
  5. Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi telah membuat faktur pajak atau pengusaha yang dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak tetapi tidak membuat atau tidak mengisi selengkapnya faktur pajak.

KADALUARSA PENAGIHAN PAJAK
Hak untuk melakukan penagihan pajak, termasuk bunga, denda , kenaikan dan biaya penagihan , daluwarsa setelah melampaui waktu 10 tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak.

gravatar

Ketidakadilan Pemajakan atas Penghasilan Karyawan




 Kalau kita perhatikan pemberitaan di berbagai media masa tentang proses pembahasan RUU pajak, terdapat kesan bahwa seolah-olah yang paling berkepentingan dalam penyusunan RUU pajak adalah pemerintah dan para pengusaha saja. Perdebatan lebih sering berkisar pada kepentingan kedua belah pihak. Padahal di luar pemerintah dan pengusaha tersebut, terdapat lapisan masyarakat pembayar pajak lainnya yang juga berkepentingan terhadap RUU pajak, misalnya orang pribadi yang semata-mata menerima penghasilan dari pekerjaannya sebagai karyawan yang selama ini dikenakan PPh Pasal 21. Pertanyaannya adalah apakah kepentingan para karyawan tersebut sudah terwakili dalam proses penyusunan RUU pajak?


Ketidakadilan
   Berdasarkan teori keadilan horisontal, pajak harus dipungut berdasarkan kemampuan membayar (ability to pay) Wajib Pajak, atau dengan kata lain pajak dikenakan atas dasar penghasilan neto. Dengan demikian, penghasilan kena pajak ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi faktor pengurang penghasilan kena pajak yaitu biaya-biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan. Berdasarkan ketentuan PPh yang berlaku saat ini, Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri yang bekerja sebagai karyawan diberikan keringanan pajak (tax relief) berupa pengurang penghasilan kena pajak ”hanya” sebatas atas: (i) penghasilan tidak kena pajak (personal exemption), dan (ii) pengurangan pajak (tax deduction) berupa biaya jabatan, pensiun, premi jamsostek, dan iuran pensiun kepada dana pensiun yang telah disyahkan oleh menteri keuangan, dengan jumlah yang dibatasi pula. Salah satu alasan yang mendasari pembatasan tersebut adalah penyederhanaan pemungutan pajak agar Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja sebagai karyawan tidak perlu membuat catatan pengeluaran atau biaya hidup.
   Secara teoritis, keringanan pajak yang dapat diberikan kepada Wajib Pajak orang pribadi yang bekerja sebagai karyawan bisa berbentuk adjustments, deductions, exemptions, allowances, dan credits (Janet Stotsky, 1995). Demikian pula pengeluaran atau biaya hidup karyawan seperti biaya pendidikan, biaya transportasi, biaya kesehatan, biaya bunga pinjaman bank untuk pembelian rumah dapat saja melebihi batasan penghasilan tidak kena pajak (PTKP).
   Pembatasan biaya yang diperbolehkan sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak seperti tersebut di atas tentu menimbulkan ketidakadilan. Misalnya dalam kasus seorang karyawan yang tinggal di daerah Tangerang yang berkantor di daerah Sudirman Jakarta mempunyai faktor pengurang penghasilan kena pajak yang sama besarnya dengan karyawan yang tinggal di daerah Setiabudi yang juga bekerja di daerah Sudirman Jakarta, yaitu sama-sama sebesar PTKP yang dalam RUU diusulkan sebesar Rp 1 juta per bulan. Padahal biaya transportasi di antara mereka jelas berbeda. Demikian pula apabila dalam suatu keluarga ada yang anaknya menderita gangguan kesehatan, sehingga memerlukan biaya pengobatan yang lebih besar, juga mempunyai faktor pengurang penghasilan kena pajak yang sama dengan keluarga yang tidak mempunyai masalah kesehatan terhadap anaknya, yaitu sama-sama sebesar PTKP.
   Terlebih lagi dalam kasus pemajakan atas penjualan rumah yang dimiliki oleh karyawan yang tidak memperhatikan tingkat inflasi yang terjadi. Misalnya, dengan alasan lokasi rumah yang terlalu jauh dari lokasi kerja, seorang karyawan menjual rumahnya untuk dibelikan lagi sebuah rumah yang dekat dengan lokasi kerja. Misalkan rumah yang dibeli pada tahun 2000 dengan harga Rp 250 juta dijual dengan harga Rp 300 juta pada tahun 2005. Berdasarkan ketentuan PPh yang berlaku saat ini, PPh final yang terutang adalah sebesar 5% x Rp 300 juta (asumsi harga jual sama dengan nilai jual objek pajak) = Rp 15 juta. Kemudian karyawan tersebut ingin membeli rumah dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya yaitu yang senilai Rp 300 juta. Akan tetapi, sayang uang yang dimiliki sekarang hanya tersisa Rp 285 juta karena telah dipotong pajak sebesar Rp 15 juta, sehingga dia tidak mampu lagi memiliki rumah dengan kondisi yang sama seperti sebelumnya. Atas penjualan rumahnya, sebenarnya karyawan tersebut justru mengalami kondisi yang semakin jelek (better-off) karena dikenakan pajak tanpa mempertimbangkan faktor inflasi yang terjadi. Di banyak negara, pemajakan atas keuntungan penjualan rumah tersebut biasanya disesuaikan dengan tingkat inflasi (indexation inflation), bahkan di beberapa negara tidak mengenakan pajak atas penjualan rumah yang dimiliki dan ditempati oleh orang pribadi yang hanya memiliki satu-satunya rumah yang bukan sebagai investasi.

Biaya Hidup
   Dengan adanya kewajiban pelaporan biaya hidup yang harus dilampiri dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Wajib Pajak orang pribadi seperti yang diusulkan oleh pemerintah dalam penjelasan Pasal 3 ayat (1) RUU tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, maka setiap karyawan diharuskan untuk membuat catatan tentang perincian biaya hidup. Tetapi anehnya, ”kewajiban” untuk melaporkan biaya hidup tidak diikuti dengan ”hak” karyawan untuk memperhitungkan biaya hidup tersebut (dengan pembatasan tertentu) sebagai faktor pengurang penghasilan kena pajak. Jadi, patut dipertanyakan maksud dari kewajiban untuk melaporkan biaya hidup tersebut dalam SPT Wajib Pajak orang pribadi.
 oleh : Darussalam, SE, Ak, M.Si, LL.M Int. Tax dan Danny Septriadi, SE, M.Si, LL.M Int. Tax - Danny Darussalam Tax Center, 30 April 2007
sumber : http://www.ortax.org