Archives

gravatar

Mengenal Lebih Jauh Perpajakan

akarta - 1. PPh atas Jasa Konstruksi bersifat FINAL! Karena itu, jika ada kerugian dari usaha Jasa konstruksi yang masih tersisa sampai dengan Tahun Pajak 2008 hanya dapat dikompensasi sampai dengan Tahun Pajak 2008 saja. (SE-05/PJ.03/2008)

2. BUT merupakan Subjek Pajak yang perlakuan perpajakannya di persamakan dengan Subjek Pajak Badan. Wujud BUT dapat berupa Gudang; Ruang untuk promosi dan penjualan; dan Komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet.  (Pasal 2 ayat (5) huruf g,h, dan p, UU PPh)

3. Objek PPh, diperluas. Pengalihan Hak di Bidang pertambangan, Penghasilan dari usaha yang berbasis syariah, Imbalan bunga; Surplus BI, keuntungan karena re-organisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Reksadana (yang sebelumnya bukan objek pajak), sekarang menjadi Objek PPh (Pasal 4 ayat (1) UU PPh)

4. Penghasilan dari transaksi derivatif, penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan real estate, penghasilan tertentu lainnya seperti pembayaran deviden dalam Pasal 23 ayat (1) yang diterima OP, dan bunga simpanan koperasi yang sebelumnya terutang PPh Pasal 23,  kini semuanya menjadi Objek PPh Final (Pasal 4 ayat (3) UU PPh)

5. Dividen yang diterima WP OP dalam negeri, terutang PPh final sebesar 10% (Pasal 17 ayat (2c) UU PPh)

6. Imbalan dalam bentuk natura atau kenikmatan dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diberikan oleh WP yang dikenakan PPh Final atau WP yang menggunakan norma Penghitungan Khusus (deemed profit) terhutang PPh Pasal 21 dan/atau PPh pasal 26 (Pasal 5 ayat (2) PermenkeuNo. 252/PMK.03/2008)

7. Syarat kumulatif piutang yang tak tertagih yang dapat dibebankan adalah:


  1. Telah dibebankan sebagai biaya dalam laporan laba rugi komersial, Dan
  2. (Syarat Alternatif) telah diserahkan perkara penagihannya kepada Pengadilan Negeri atau instansi pemerintah yang menangani piutang negara; atau adanya perjanjian tertulis mengenai penghapusan piutang/pembebasan utang antara kreditur dan debitur yang bersangkutan; atau telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus; atau adanya pengakuan dari debitur bahwa utangnya telah dihapuskan untuk jumlah utang tertentu,
  3. Telah dipublikasikan dalam penerbitan umum atau khusus,
  4. Wajib pajak harus menyerahkan daftar piutang yang tidak dapat ditagih kepada DJP. (Pasal 6 ayat (1) UU PPh)

8. Perusahaan yang diwajibkan membuat laporan keuangan berkala (seperti WP bank, WP sewa guna usaha dengan hak opsi, WP masuk bursa dan WP lainnya) dapat membayar angsuran PPh Pasal 25 berdasarkan laporan keuangan berkala tersebut atau sebesar PPh yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas proyeksi laba-rugi fiskal pada laporan berkala pertama yang disetahunkan, dibagi 12. Sehingga pembayaran angsuran tersebut dapat lebih mencerminkan keadaan yang sebenarnya. (PMK-255/PMK.03/2008)


9. Sesuai Pasal 23 UU PPh Baru, saat terutangnya PPh Pasal 23/Pasal 26 kini adalah menjadi saat dibayarkan(Cash Basis), saat disediakan untuk dibayarkan, dan ketika pembayarannya telah jatuh tempo (accrual basis). Dimana sebelumnya saat terutang PPh Pasal 23/26 pada saat biaya dibebankan (diakui) dalam pembukuan dihapuskan.
10.Inter-corporate dividen, atau dividen yang diterima oleh perseroan terbatas bukan merupakan objek pajak / tidak terhutang PPh Pasal 23,  walaupun penerima deviden tersebut tidak lagi mempunyai usaha aktif diluar kepemilikian saham (Pasal 4 ayat (3) huruf f UU PPh)

11. Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya dan/atau keuntungan karena pembebasan utang, dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20% dan bersifat final, kecuali pemotongan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan yang berubah status menjadi WP Dalam Negeri atau BUT. (Pasal 26 ayat (5) UU PPh).


12. Bagi Orang Pribadi dalam negeri yang tidak memenuhi persyaratan sebagai WP dalam Negeri karena belum memenuhi syarat objektif sesuai ketentuan perundang-undangan perpajakan, tidak wajib membayar Fiskal Luar Negeri dengan melampirkan Surat Pernyataan Berpenghasilan dibawah PTKP. (Confirm SE-88/PJ./2008)

13. Kriteria orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan usaha kecil yang dikecualikan dari pembayaran PPh atas harta hibahan, bantuan atau sumbangan yang diterimanya adalah yang memiliki dan menjalankan usaha produktif yang memenuhi kriteria sebagai berikut; memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 500 Juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 2,5 Milyar. (PMK 245/PMK.03/2008)


14. Wajib Pajak Kriteria Tertentu yang dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 Surat Pemberitahuan (SPT) adalah usaha kecil orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha atau melakukan pekerjaan bebas yang omzet tahun sebelumnya < Rp. 600 Juta, usaha kecil badan yang 100% sahamnya milik WNI dan omzet tahun sebelumnya Rp 900 Juta, atau wajib pajak di daerah tertentu yang telah ditepkan oleh DJP (Pmk 182/PMK.03/2007)

gravatar

Aturan-aturan Pajak Baru tahun 2011

Jakarta - 1. Selama ini kita mengenal bentuk formulir SPT Masa PPN adalah bentuk Formulir SPT Masa PPN 1107. Sedangkan untuk Wajib Pajak yang khusus terdaftar di KPP wilayah Jakarta, dapat menggunakan Formulir SPT Masa PPN 1108 apabila penyerahan setiap bulannya tidak melebihi 30 transaksi yang diterbitkan Faktur Pajak. Tapi mulai 1 Januari 2011, kita akan menggunakan formulir SPT Masa PPN yang baru. Yang akan mulai diberlakukan untuk pelaporan PPN masa Januari 2011 dan diberi nama sebagai Formulir SPT Masa PPN 1111. (Peraturan Dirjen Pajak No. PER-44/PJ./2010 tanggal 6 Oktober 2010 jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-98/PJ./2010 tanggal 6 Oktober 2010)

2. Bagi PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan, Mulai 1 Januari 2011 nanti harus menyampaikan SPT Masa PPN dengan menggunakan formulir yang berbeda dengan PKP lainnya. Berbeda dengan yang selama ini berlaku. Bentuk formulir SPT Masa PPN khusus bagi PKP yang menggunakan Pedoman Penghitungan Pengkreditan Pajak Masukan ini diberi kode sebagai Formulir SPT Masa PPN 1111 DM. (Peraturan Dirjen No.PER-45/PJ./2010 tanggal 6 Oktober 2010 jo Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-99/PJ./2010 tanggal 6 Oktober 2010)

3. Mulai 1 Januari 2011, kewenangan pemungutan BPHTB akan dialihkan dari DJP ke Pemda. Segala persiapan pengalihan BPHTB sebagai Pajak Daerah, termasuk menyiapkan narasumber pelatihan teknis pemungutan BPHTB di Pemda dan menutup rekening BPHTB pada bank persepsi atau bank operasional III BPHTB serta pencabutan penetapan Bank Operasional III BPHTB kepada Dirjen Perbendaharaan, akan dilakukan paling lambat sebelum tanggal 31 Desember 2010. Jadi jangan heran jika tahun depan hal-hal yang terkait dengan proses penagihan, seperti penerbitan Surat Teguran, Surat Paksa, Surat Penagihan Pajak Seketika dan Sekaligus akan dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. (Peraturan Dirjen Pajak No.PER-47/PJ./2010 tanggal 20 Oktober 2010)

4. Untuk menertibkan angkutan umum liar di darat yang selama ini beroperasi menggunakan pelat hitam, maka kepadanya akan dikenakan PPN. Karena pemilik angkutan liar tersebut dianggap telah memungut PPN dari konsumennya. Sebaliknya  bagi jasa angkutan umum di darat (baik angkutan orang maupun barang) yang dilakukan dengan menggunakan kendaraan bermotor dengan tanda nomor kendaraan (plat nomor) dengan dasar kuning dan tulisan hitam, dengan sistem pengangkutannya baik secara trayek, charter maupun sewa, maka sesuai ketentuan yang berlaku, tidak dikenakan PPN.   (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-119/PJ./2010 tanggal 16 November 2010)

5. Dalam rangka penyelesaian permohonan keberatan, pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi, pengurangan atau pembatalan SKP atau STP yang tidak benar, dan pembatalan hasil pemeriksaan atau SKP dari hasil pemeriksaan, DJP secara tertulis dapat meminjam buku, catatan, data dan informasi dalam bentuk hardcopy dan/atau softcopy, yang dimiliki oleh WP dan/atau meminta keterangan langsung dari WP. Maka sebelum mengajukan permohonan tsb diatas, pastikan dulu buku, catatan, data dan informasi yang dimiliki telah ter-dokumentasi dengan baik dan lengkap, untuk memudahkan WP menghadapi persidangan nanti. (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-112/PJ./2010 tanggal 5 November 2010.)

6. Dalam rangka mendukung pemanfaatan basis data pajak untuk kepentingan internal DJP, kini tabel khusus hasil standarisasi penulisan nama dan alamat Wajib pajak akan ditambahkan pada basis data SIPMOD/SIDJP. Pedoman standarisasi penulisan nama dan alamat WP ini dilakukan berdasarkan nama dan alamat Wajib Pajak yang sudah terekam dalam basis data pajak dan juga terhadap perubahan data WP yang terjadi setelah tanggal 30 November 2010. Diharapkan, dengan standarisasi penulisan ini, akan memudahkan DJP dalam melakukan matching data dan intensifikasi pemungutan pajak. (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-114/PJ./2010 tanggal 5 November 2010)

7. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi Baru yang terdaftar pada tahun berjalan atau satu tahun sebelumnya, meliputi WP OP domisili dan WP OP cabang, kepadanya akan dilakukan mapping potensi, monografi fiskal dan canvassing. Tujuannya tentu untuk menggali potensi penerimaan pajak. Dan demi mengamankan penerimaan pajak dari WP OP Baru, akan dilakukan juga dengan cara mengoptimalisasi kegiatan pengawasan terhadap WP OP Baru kategori Orang Pribadi Pengusaha Tertentu (OPPT) dan memberikan pembinaan, edukasi, serta pelayanan perpajakan terhadap WP OP Baru (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-113/PJ./2010 tanggal 5 November 2010)

8. Bagi WP yang terdaftar di KPP WP Besar Orang Pribadi, akan dilakukan pemeriksaan khusus. Pemeriksaan khusus ini berdasarkan analisis risiko terhadap profil WP yang dilakukan untuk menilai tingkat kepatuhan WP yang berisiko menimbulkan kerugian penerimaan pajak. Terutama pada WP dengan risiko tinggi yang dihitung dari potensi penerimaan pajak yang masih dapat digali.

Untuk menjamin kualitas pelaksanaannya,  sebelum diajukan usulan pemeriksaan khusus, analisis risiko yang dibuat Account Representative akan dilakukan pembahasan terlebih dahulu dengan tim Identifikasi dan analisis risiko. Kemudian pada saat pelaksanaan proses pemeriksaan khusus oleh Tim Pemeriksa Pajak, sebelum menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan (SPHP) kepada Wajib Pajak, Tim Pemeriksa Pajak diwajibkan untuk melakukan pembahasan konsep Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait yang menjadi dasar usulan dilakukan pemeriksaan khusus antara Tim Pemeriksa Pajak dan Tim Identifikasi dan Analisis Risiko.


Dengan demikian diharapkan dapat meningkatkan kualitas, efektifitas dan efisiensi pelaksanaan penegakan hukum bagi Wajib Pajak. (Surat Edaran Dirjen Pajak No.SE-120/PJ./2010 tanggal 18 November 2010 dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-16/PJ/2010).