Archives

gravatar

BAB I
PENDAHULUAN 
  1. Latar Belakang Permasalahan
      Sejak diberlakukannya Undang Undang No. 22 Tahun 1999 dan kemudian dirubah menjadi Undang Undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sebagai penganti Undang Undang No. 5 Tahun 1974, diskusi tentang efektivitas pelayanan publik dalam otonomi daerah menjadi semakin menarik untuk dibicarakan.
      Permasalahannya karena sudah 2 (dua) kali perubahan undang-undang tersebut dilakukan, namun peningkatan pelayanan publik publik sebagai sasarannya selalu dipertanyakan, bahkan ada diskusi yang membahas bahwa Undang Undang No. 32 Tahun 2004 perlu lagi perubahan.   
      Undang-undang ini merupakan implimentasi pasal 18 ayat (1) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Negara Republik Indonesia merupakan negara kesatuan yang dibagi atas daerah-daerah propinsi dan propinsi terdiri dari daerah kabupaten dan kota yang mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dalam undang-undang. Selanjutnya, pasal 2 ayat (2) menyebutkan bahwa pemerintah daerah propinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut azas otonomi dan tugas perbantuan. Dalam menjalankan otonomi dan tugas perbantuan, kecuali urusan pemerintah pusat, pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan lain sesuai dengan ketentuan berlaku.
Pada dasarnya, maksud pasal 18 UUD 1945 tersebut adalah mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan dan peran serta masyarakat.1 Selanjutnya dijelaskan bahwa pemerintahan daerah dalam meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan otonomi daerah, perlu memperhatikan antar susunan pemerintahan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah dalam sistem Negara Kesatuan RI. Dalam berbagai aspek UU No. 32 Tahun 2004 mengatur hubungan keuangan pusat dan daerah, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara adil dan selaras.
Di samping itu, dalam menjalankan perannya, daerah diberikan kewenangan yang seluas-luasnya disertai dengan pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan Otonomi Daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.2
      Masalah pelayanan publik di Indonesia masih sangat memprihatinkan, karenanya pemerintah masih perlu membuat strategi dan kebijakan agar dapat memenuhi hak azazi warga negara dan membutuhkan solusi menyeluruh untuk membuat pelayanan publik yang baik.3 Sebagai gambaran dan fenomena pelayanan publik di Provinsi Sumatera Barat saat ini seperti terlihat rendahnya tingkat kinerja aparatur penyelenggara pemerintahan di daerah. Indikasi menunjukan bahwa Pemerintah Daerah melalui Peraturan Gubenur Sumatera Barat Nomor 74 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Tahun 2006 - 2010 menempatkan hal ini sebagai skala prioritas utama. Dalam bagian IV, (Agenda penyelenggaraan pemerintahan daerah yang baik dan bersih Bab II diatur tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik)4 yang menerangkan bahwa berdasarkan hasil identifikasi dalam pembinaan pelayanan publik masih banyak permasalahan yang perlu ditindaklanjuti dan diselesaikan seperti : belum kompetitif, transfaran dan akuntabilitas proses pelayanan publik, rendahnya etos kerja aparatur, pelayanan publik belum didukung oleh teknologi informasi serta belum ada instrumen yang jelas untuk mengevaluasi kualitas pelayanan.
      Sasaran yang hendak dicapai dalam peningkatan kualitas pelayanan publik tahun 2006-2010 ke depan adalah :
  1. Terlaksananya pelayanan publik kepada masyarakat sesuai dengan standar layanan yang ditetapkan.
  2. Tercapainya transparansi dalam proses pelayanan publik.
  3. Meningkatnya etos kerja, profesionalisme dan kompetensi aparatur.
  4. Meningkatnya kemandirian masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik.
  5. Meningkatnya pengguna teknologi informasi dalam pemberian pelayanan publik.
  6. Meningkatnya peran masyarakat terhadap penilaian kinerja aparatur pelayanan publik.
      Dalam RPJMD tersebut ditetapkan arah kebijakan, program pengembangan pelayanan publik dan pengembangan partisipasi publik (masyarakat) yang berada dalam agenda penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih bersamaan dengan sub-sub agenda lainnya, yaitu : peningkatan kemampuan pemerintah daerah, peningkatan kualitas pelayanan publik, pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, pembangunan hukum dan perlindungan hak azazi manusia, peningkatan keamanan dan ketertiban.
      Dengan demikian "masalah" Pelayanan publik sudah diakomodir dalam suatu konsepsi dan strategi kebijakan untuk  kurun waktu 2006-2010 mendatang yakni dengan isu bagaimana meningkatkan kualitas pelayanan publik tersebut dari tahun ke tahun yang disinyalir seakan-akan berjalan di tempat.
      Berdasarkan fakta dalam RPJMD Propinsi Sumatera Barat, betapa rendahnya kualitas pelayanan publik tersebut, salah satu diantaranya terdapat pada Perangkat Daerah/Dinas (Satuan Kerja Perangkat Daerah) yaitu Dinas Pendapatan Daerah. Fakta lain menjelaskan, walaupun jumlah penerimaan daerah yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) cenderung menunjukan peningkatan dan memberikan kontribusi yang besar terhadap penerimaan daerah, pencapaian hasil relatif masih dibawah target. Khususnya pencapaian target (realisasi) penerimaan pajak daerah dari sub-sektor Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBN-KB).
      Bertitik tolak dari fakta dan kenyataan di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dan penulisan ilmiah dengan menyingkap dan menganalisanya secara mendalam dengan penekanan yang diarahkan kepada peningkatan pelayanan publik terutama terhadap sub sektor pajak daerah yang berasal dari pajak kendaraan bermotor dan bea balik nama kendaraan bermotor melalui Dinas Pendapatan Daerah Cq. UPTD Pelayanan Pendapatan Provinsi Sumatera Barat di Padang, melalui Kantor Bersama SAMSAT.
      Pelaksanaan pelayanan publik yang diselenggarakan oleh unit pelayanan Kantor Bersama SAMSAT ini terdapat 3 unit kerja yang terkait dan berhubungan, yaitu pihak Pemerintah Provinsi c.q. Dinas Pendapatan Daerah, Polri c.q. Kepolisian Daerah dan PT. AK Jasa Raharja. Dengan adanya 3 unit kerja masalah yang ditemukan dalam pelayanan adalah bertemunya 3 (tiga) kepentingan yang berbeda yang saling membutuhkan dan saling berhubungan, namun menyatu dan saling berkaitan (Simbiose Mutualistis).
      Ketiga unit kerja ini sama-sama bertujuan memberikan pelayanan publik secara prima kepada masyarakat. Pihak Pemda dalam memberikan pelayanan bertujuan untuk peningkatan penerimaan daerah yang diperlukan bagi keperluan dana pembangunan yang berasal dari sumber-sumber PAD, sedangkan di pihak lain Polda lebih berkepentingan dalam masalah pengidentifikasian kepemilikan dan keamanan.
      Pengelolaan kebijakan melalui Sistem Administrasi Manunggal Satu Atap (SAMSAT) sudah sesuai dengan maksud Undang Undang 32 Tahun 2004, namun efektivitas keberadaan pola dan sistem SAMSAT masih perlu penyempurnaan. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan kajian karena sepengatahuan penulis belum ada yang menelaahnya, terutama bila dikaitkan dengan suasana dan nuansa tuntutan tatanan Pemerintahan yang Baik dan Bersih (Good Governance and Clean Government). Penulisan dan penganalisaan mempedomani teori-teori menurut Ilmu Hukum Administrasi Negara, dikaitkan dengan aspek normatif dari berbagai ketentuan peraturan perundangan dengan judul : Efektivitas Pelayanan Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor pada Dinas Pendapatan Daerah Propinsi Sumatera Barat (Suatu Kajian Dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara). 

gravatar

KOMPILASI RANCANGAN UNDANG-UNDANG PAJAK PERTAMBAHAN NILAI (PPN)

    BEBERAPA PERUBAHAN POKOK

UU PERPAJAKAN - PPN & PPn BM

Dalam raker dengan Panitia Khusus (Pansus) RUU tentang Perubahan Undang-undang Perpajakan di DPR pada hari Senin tanggal 21 November, Menteri Keuangan Jusuf Anwar secara ringkas menyampaikan beberapa pokok perubahan sbb : 
Pokok-pokok perubahan UU tentang Pajak Pertambahan Nilai antara lain:
    1. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka Penggabungan usaha tidak dikenakan PPN sepanjang pihak-pihak yang melakukan penggabungan usaha (merger) adalah Pengusaha Kena Pajak. 
    1. Ekspor  Jasa Kena Pajak (JKP)/Barang Kena Pajak (BKP) tidak Berwujud clikenakan tarif 0%. 
    1. Untuk melindungi barang pertanian dalam negeri, menjamin pasokan bahan baku bagi industri pengolahan barang hasil pertanian, dan membantu petani mendapat hasil yang lebih baik, maka barang hasil pertanian diambil langsung dari sumbernya ditetapkan menjadi Bukan Barang Kena Pajak. 
    1. Mempertegas bahwa jasa keuangan yang dilakukan oleh siapapun termasuk perbankan syariah tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai. 
    1. Jasa telpon umum dengan menggunakan uang logam, jasa di bidang penyediaan tempat parkir, jasa pengiriman uang dengan wesel pos ditetapkan sebagai jenis jasa yang tidak kenakan PPN. 
    1. Barang hasil pertambangan umum ditetapkan sebagai barang Kena Paiak sehingga eksportir dapat meminta restitusi atas PPN masukan. 
    1. Jasa anjak piutang yang diberikan oleh Secondary Mortgage Company (SMC) pada skema Secondary Mortgage Facility (SMF) dan Special Purpose Vehicle (SPV) dalam rangka Sekuritisasi ditetapkan sebagai jasa yang tidak dikenakan PPN. 
    1. Permohonan pengembalian di setiap Masa Pajak dapat diajukan oleh Wajib Pajak patuh dan pengusaha Kena Pajak Tertentu yang secara sistem memang akan mengalami kelebihan PajakMasukan. Untuk Pengusaha Kena Pajak lainnya, atas kelebihan pembayaran pajak dapat diajukan permohonan pengembalian pada akhir tahun buku. 
    1. Untuk memberi kemudahan kepada Pengusaha Kena Pajak tertentu yang mengalami kesulitan mengikuti mekanisme PPN atau menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar, maka diberikan pengaturan penggunaan deemed Pajak Masukan, yaitu pedoman untuk menghitung besarnya Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. 
    1. Dalam rangka mengurangi beban administrasi Wajib Pajak proses pemusatan tempat pajak terutang disederhanakan dan diberikan hanya berdasarkan penelitian. 
    1. Definisi Barang Mewah akan disederhanakan hanya untuk barang tertentu yang nilainya di atas batas tertentu. ( Dm )