FAKTUR PAJAK
FAKTUR PAJAK
Faktur Pajak adalah bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak karena penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak atau bukti pungutan pajak karena impor Barang Kena Pajak digunakan oleh Direktorat Jendral Bea dan Cukai.
Jenis Faktur Pajak
Terdapat tiga jenis Faktur Pajak, yaitu:
1. Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar merupakan Faktur Pajak yang dapat digunakan sebagai bukti pungutan pajak sebagai sarana untuk mengkreditkan Pajak Masukan. Untuk setiap penyerahan Barang Kena Pajak atas penyerahan Jasa Kena Pajak oleh Pengusaha Kena harus dibuat satu Faktur Pajak Standar.
Faktur Pajak Standar harus mencantumkan keterangan-keterangan tentang penyerahan Barang Kena Pajak atas Penyerahan Jasa Kena Pajak yang meliputi:
1. Nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) yang menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak;
2. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak;
3. Jenis barang atau jasa, jumlah harga jual, atau penggantian, dan potongan harga;
4. Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut;
5. Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang dipungut;
6. Kode, nomor seri, dan tanggal pembuatan Faktur Pajak;
7. Nama, jabatan, dan tanda tangan yang berhak menandatai Faktur Pajak Standar
Faktur Pajak Standar harus benar baik secara formal maupun secara materiil. Faktur Pajak Standar harus diisi secara lengkap, jelas, benar, dan ditandatangani oleh pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menandatangi Faktur Pajak Standar yang tidak diisi sesuai dengan ketentuan ini dapat mengakibatkan PPN tercantum di dalamnya tidak dapat dikreditkan.
Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya:
1. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak jika pembayaran diterima setelah bulan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan keseluruhan Jasa Kena Pajak, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerima pembayaran; atau
2. Pada saat penerimaan pembayaran dalarn hal penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau sebelum penyerahan Jasa Kena Pajak; atau
3. Pada saat penerimaan pembayaran termin dalam hal penyerahan sebagian tahap pembayaran; atau
4. Pada saat Pengusaha Kena Pajak rekanan menyapaikan tagihan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai.
Cara Pembuatan Faktur Pajak Standar:
1. Pengadaan Formulir Faktur Pajak Standar dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak
2. Bentuk Faktur Pajak Standar dibuat dengan ukuran kuarto yang isinya seperti contoh pada Lampiran 2 dan petunjuk pengisiannya sebagaimana tercantum dalam Lampiran 3 Keputusan Direktur Jenderal. Apabila diinginkan, Pengusaha Kena Pajak dapat menyesuaikan ukuran kolom-kolom dari Faktur Pajak ,tetapi tidak diperkenankan menambah atau mengurangi kolom yang sudah ada dan tidak diperkenankan pula menghilangkan kolom PPnBM, meskipun Pengusaha Kena Pajak yang bersangkutan tidak terutang PPnBM. Identitas dan data-data lain dari Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak dan Nomor Seri Faktur Pajak dapat dicetak pada ruangan-ruang yang masih kosong dalam formulir Faktur Pajak atau di halaman sebaliknya(misalnya logo, nomor izin usaha, nomor telepon, nomor faktur penjualan, pembayaran), sepanjang penempatannya tidak mengubah bentuk dan ukuran Faktur Pajak.
3. Faktur Pajak Standar harus dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap 2 (dua). Lembar pertama: untuk pembeli Barang Kena Pajak atau penerima Jasa Kena Pajak sebagai bukti Pajak Masukan. Lembar kedua: untuk Pengusaha Kena Pajak yang menerbitkan Faktur Pajak Standar sebagai bukti Pajak Keluaran.
4. Dalam hal Faktur Pajak Standar dibuat lebih dan rangkap 2 (dua), maka harus dinyatakan secara jelas dalam lembar Faktur Pajak yang bersangkutan dan penggunaannya, misalnya: Lembar ketiga: untuk Kantor Pelayanan Pajak dalam hal penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak dilakukan kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
5. Warna Faktur Pajak Standar:
Lembar pertama: warna putih;
Lembar kedua: warna putih atau warna lain yang dikehendaki;
Lembar ketiga: warna putih atau warna lain yang dikehendaki (apabila diperlukan).
6. Bila rincian Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang diserahkan tidak dapat ditampung dalam satu Faktur Pajak, Pengusaha Kena Pajak dapat membuat Faktur Pajak dengan cara sebagai berikut:
a. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan atas penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut dibuat lebih dan satu Faktur Pajak yang masing-masing harus diisi secara lengkap sesuai dengan ketentuan; atau
b. Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak tersebut dibuat satu Faktur Pajak asalkan menunjukkan nomor dan tanggal fektur penjualan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran faktur penjualan yang tidak terpisahkan.
7. Sebelum Pengusaha Kena Pajak menerbitkan Faktur Pajak Standar, harus terlebih dahulu melaporkan Nomor Sen Faktur Pajak Standar yang akan diterbitkan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak di tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.
8. Apabila Pengusaha Kena Pajak merupakan perusahaan yang terpadu (misalnya dari permintatalan benang sampai dengan pembuatan garmen), atas penyerahan antardivisi/unit/cabang dalam satu wilayah KPP, tidak merupakan penyerahan yang terhutang PPN dan oleh karenanya tidak perlu dibuatkan Faktur Pajak. Namun dalam divisi/unit/cabang tersebut berada dalam wilayah-wilayah KPP yang berbeda, atas penyerahan antardivisi/unit/cabang tersebut merupakan penyerahan yang terutang PPN sehingga harus dibuatkan Faktur Pajak.
2. Faktur Pajak Gabungan
Faktur Pajak Gabungan adalah Faktur Pajak Standar yang meliputi semua penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang terjadi selama satu bulan takwim kepada pembeli yang sama atau penerima Jasa Kena Pajak yang sama. Faktur Pajak Gabungan merupakan Faktur Pajak Standar, sehingga harus dibuat sesuai dengan ketentuan pembuatan Faktur Pajak Standar sebaimana telah diuraikan sebelumnya. Pembuatan Faktur Pajak Gabungan tidak memerlukan izin Direktur Jenderal Pajak.
3. Fakur Pajak Sederhana
Faktu Pajak Sederhana adalah Faktur Pajak yang digunakan sebagai tanda bukti pungutan pajak yang dibuat oleh Pengusaha Kena Pajak untuk menampung kegiatan penyerahan Barang Kena Pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak yang dilakukan secara langsung kepada konsumen akhir. Oleh karena itulah, Pengusaha Kena Pajak (PKP) dapat membuat Faktur Sederhana, dalam hal PKP melakukan:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir; atau
2. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak kepada pembeli dan/atau penerima Jasa Kena Pajak yang tidak diketahui identitasnya secara lengkap.
Faktur Pajak Sederhana paling sedikit harus memuat:
1. Nama, alamat, dan Nomor Pokok Wajib Pajak yang menyerahkan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
2. Jenis dan kuantum Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak;
3. Jumlah harga jual atau penggantian yang sudah termasuk PPN atau besarnya PPN dicantumkan secara terpisah;
4. Tanggal pembuatan Faktur Pajak Sederhana.
Kode Seri Pajak
Sebagaimana diketahui bahwa setiap Faktur Pajak wajib mencantumkan Kode Seri Faktur Pajak. Kode Sen Faktur Pajak diberikan oleh Kantor Pelayanan Pajak dalam wilayah Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan. Sesuai SE-02/PJ.9/1998 Tanggal 4 Mei 1998 Kode Seri Faktur Pajak diberikan bersamaan dengan saat pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
Saat Pembuatan Faktur Pajak
Pasal 13 Ayat (1), Ayat (2) dan Ayat (4) Undang-Undang PPN dan PPnBm Jo Keputusan Direktur Jenderal Pajak No. Kep-53/PJ/1994 tanggal 29 Desember 1994 bahwa saat Pembuatan Faktur Pajak ditetapkan selambat-lambatnya :
1. Pada saat akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan BKP jika pembayaran diterima setelah bulan penyerahan BKP dan/atau penyerahan JKP, kecuali pembayaran terjadi sebelum akhir bulan berikutnya, maka Faktur Pajak Standar harus dibuat selambat-lambatnya pada saat penerimaan pembayaran;atau
2. Pada saat pembayaran diterima jika penerimaan pembayaran terjadi sebelum penyerahaan BKP dan/atau sebelum penyerahan JKP;atau
3. Pada saat penerima pembayaran per termin jika penyerahan merupakan tagihan pekerjaan;
4. Pada saat Pengusaha Kena Pajak Rekanan menyampaikan tagihan kepada pemungut PPN; atau
5. Pada akhir bulan berikutnya setelah bulan dilakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak, khusus untuk Faktur Pajak Gabungan. Tetapi apabila terjadi pembayaran sebelum penyerahan BKP dan/atau JKP, maka pada saat pembayaran dibuat faktur pajak tersendiri yaitu pada saat diterimanya pembayaran. Sesuai penjelasan Pasal 13 ayat (2) Undang-Undang PPN dan PPnBM bahwa pembuatan Faktur Pajak Gabungan tidak memerlukan izin Direktur Jenderal Pajak.
Pengisian Faktur Pajak
Hal yang harus diperhatikan dalam mengisi formulir Faktur Pajak Standar:
1. Faktur Pajak harus diisi dengan lengkap, jelas, benar, baik secara formal maupun materiil dan ditandatangani pejabat perusahaan yang ditunjuk oleh PKP.
2. Tidak diperkenankan terdapat coretan, kecuali yang diperkenankan yaitu dengan tanda asteriks (*) dan tidak boleh melakukan pembetulan dengan menggunakan cairan penghapus (misalnya Tip-ex).
3. Kemungkinan jumlah BKP dan/atau JKP yang diserahkan tidak dapat tertampung dalam satu Faktur Pajak, maka dapat dilakukan dengan:
a. Memecah-mecahnya menjadi lebih dan satu Faktur Pajak yang masing-masing diisi dengan lengkap sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b.Dibuat satu Faktur Pajak saja, asalkan menunjuk nomor dan tanggal faktur pembuatan yang bersangkutan dan faktur penjualan tersebut merupakan lampiran Faktur Pajak yang tidak terpisahkan.
4. Faktur Pajak yang salah dalam pengisiannya segera dibatalkan dan diganti. Faktur Pajak yang salah sebagai lampiran pada saat Faktur Pajak Pengganti dibubuhi cap Kode Nomor Seri, dan Tanggal Faktur Pajak yang diganti.
5. Bila Faktur Pajak hilang, maka PKP yang berkepentingan dapat meminta Faktur Pajak pengganti kepada KPP Penjual/Pengusaha Jasa dengan tembusan Kepala KPP dalam wilayah PKP Penjual dan Pembeli dikukuhkan.
PAJAK MASUKAN DAN KELUARAN
Pengertian Pajak Masukan adalah Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak karena perolehan Barang Kena Pajak dan/atau penerimaan Jasa Kena Pajak atau pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean dan/atau Impor Barang Kena Pajak.
Pengkreditan Pajak Masukan
Pajak Keluaran adalah Pajak Pertambahan Nilai Terutang yang wajib dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak, penyerahan Jasa Kena Pajak, atau ekspor Barang kena Pajak.
Pajak Masukan yang telah dibayar oleh Pengusaha Kena Pajak pada waktu perolehan atau impor Barang Kena Pajak atau penerimaan Jasa Kena Pajak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran yang dipungut Pengusaha Kena Pajak pada waktu menyerahkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran tersebut harus dilakukan dalam Masa Pajak yang sama.
Perhitungan PPN yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke kas negara, terlebih dahulu Wajib Pajak harus mengurangi Pajak Keluaran dengan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan. Apabila dalam suatu masa pajak, Pajak Keluaran lebih besar daripada Pajak Masukan, maka selisihnya merupakan Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar dan disetor oleh Pengusaha Kena Pajak ke Kas
Pajak Keluaran — Pajak Masukan = Pajak yang harus disetor ke Kas Negara
Kelebihan Pajak Masukan
Apabila dalam suatu Masa Pajak, Pajak Masukan yang dapat dikreditkan lebih besar daripada Pajak Keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang dapat dikompensasikan pada Masa Pajak berikutnya.
Contoh :
Masa Pajak Mei 2008:
Pajak Keluaran Rp 2.000.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 4.500.000 –
Pajak yang lebih dibayar Rp 2.500.000
Pajak yang lebih dibayar tersebut tidak dapat diminta kembali, tetapi dapat dikompensasikan pada Masa Pajak Juni 2008.
Masa Pajak Juni 2008:
Pajak Keluaran Rp 3.000.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 2.000.000 -
Pajak yang harus dibayar Rp 1.000.000
Pajak yang lebih dibayar dan Masa Pajak Mei Rp 2.500.000
Pajak yang lebih dibayar Juni 2008 Rp 1.500.000
PAJAK MASUKAN DALAM HAL PKP MELAKUKAN PENYERAHAN YANG TERUTANG PAJAK DAN TIDAK TERUTANG PAJAK
Penyerahan yang tidak terutang pajak yang pajak masukannya tidak dapat dikreditkan adalah penyerahan barang dan jasa yang tidak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai dan yang dibebankan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana tercantum dalam Pasal 16 B Undang-Undang PPn dan PPnBM. Seperti kegiatan di kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam Daerah Pabean dan lain-lain.
sebagainya.
Apabila Pengusaha Kena Pajak yang dalam suatu Masa Pajak melakukan penyerahan yang terutang pajak dan penyerahan yang tidakterutang pajak, hanya dapat mengkreditkan Pajak Masukan yang berkenaan 2 (dua) macam penyerahan yaitu:
1. Penyerahan terutang pajak sebesar Rp 50.000.000,; Pajak Keluarannya Rp 5.000.000;
2. Penyerahan tidak terutang pajak Rp 20.000.000; Pajak Keluarannya menjadi Nihil.
PENGUSAHA YANG MENGHITUNG PENGHASILAN NETO DENGAN NORMA PENGHITUNGAN
Pedoman penghitungan pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan telah dikeluarkan dengan penyerahan yang terutang pajak. Bagi penyerahan yang terutang pajak tersebut harus dapat diketahui dengan pasti dari pembukuan Pengusaha Kena Pajak.
Berdasarkan Ketentuan Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan telah mengatur:
1. Wajib Pajak Orang Pribadi yang peredaran brutonya dalam satu tahun kurang dari Rp 1.800.000.000 diperkenankan menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, dengan syarat memberitahukan Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu3 (tiga) bulan pertama dan tahun pajak yang bersangkutan. Wajib Pajak tersebut menyelenggarakan pencatatan secara teratur tentang peredaran brutonya. Pencatatan dimaksudkan untuk memudahkan penerapan norma dalam menghitungan penghasilan neto.
2. Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan dan/atu wajib menyelenggarakan pencatatan dan/atau dianggap memilih menyelenggarakan pembukuan, tetapi:
a. tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan;
b. tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan;
PAJAK MASUKAN YANG TIDAK DAPAT DIKREDITKAN
Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan yaitu :
1. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.
2. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha.
3. Perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor jenis sedan, jeep station wagon, van, dan kombi, kecuali apabila Barang Kena Pajak tersebut merupakan barang dagangan atau untuk digunakan secara langsung sesuai dengan bidang usahanya.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau bermanfaat Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean sebelum Pengusaha dikukuhkan sebagai Pengusaha KenaPajak.
5. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang bukti pungutan pajaknya berupa Faktur Pajak Sederhana.
6. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagai Faktur Pajak Standar.
7. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud atau pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari luar Daerah Pabean yang Faktur Pajaknya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Ayat (5) Undang-Undang PPN.
8. Perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena yang Pajak Masukannya ditagih dengan penerbitan Ketetapan Pajak.
9. Perolehan Barang Kena Pajak dan Jasa Kena Pajak yang Pajak Masukannya yang belum ada Faktur Pajaknya
PENGEMBALIAN KELEBIHAN PAJAK MASUKAN
Kelebihan Pajak Masukan dalam satu Masa Pajak, dikompensasikan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak berikutnya. Apabila kelebihan Pajak Masukan terjadi dalam Masa Pajak pada akhir tahun buku, kelebihan Pajak Masukan tersebut dapat diajukan permohonan pengembalian (restitusi)
Contoh:
(Dalam contoh ini tahun buku sama dengan tahun takwim)
Masa Pajak November 2008
Pajak Keluaran Rp 24.500.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 60.000.000 -
Pajak yang lebih dibayar Rp 35.500.000
Pajak yang lebih dibayar tersebut tidak dapat diminta kembali, tetapi dapat dikompensasikan pada masa pajak Desember 2008:
Masa Pajak Desember 2008
Pajak Keluaran Rp 70.000.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 39.000.000 -
Pajak yang kurang bayar Rp 31.000.000
Pajak yang lebih dibayar dari
Masa Pajak November 2008 Rp 35.500.000
Pajak yang lebih dibayar Desember 2008 Rp 4.500.000
Pajak Masukan tersebut dapat diminta kembali dengan contoh perhitunga berikut ini:
(Dalam contoh mi tahun buku sama dengan tahun takwin)
Masa Pajak November
Pajak Keluaran Rp 60.000.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 24.500.000
Pajak yang lebih dibayar Rp 35.500.000
Pajak yang dibayar tersebut dapat diminta kembali atau dapat dikompensasikan pada Masa Pajak Desember
Masa Pajak Desember
Pajak Keluaran Rp 70.000.000
Pajak Masukan yang dapat dikreditkan Rp 39.000.000
Pajak yang kurang bayar Rp 31.000.000
Pajak yang lebih dibayar dan
Masa Pajak November 2008 Rp 35.500.000
Pajak yang lebih dibayar Desember 2008 Rp 45.000.000
AKUNTANSI PAJAK
Akuntansi komersial maupun dalam akuntansi pajak terdapat persamaan dalam melakukan pencatatan yang harus dipersiapkan antara lain:
1. Akun Pajak Masukan
Untuk mencatat besarnya Pajak Masukan yang dibayar atau dipungut atas terjadinya transaksi pembelian.
2. Akun Pajak Keluaran
Pada akun ini untuk mencatat Pajak Keluaran yang dipungut atau disetorkan ke Kas Negara atas transaksi.
Terjadinya transaksi penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak. Akun biaya yang digunakan tetap sama dengan akun yang lazim digunakan dalam akuntasi komersial. Beberapa aplikasi dalam menyusun ayat jurnal sehubungan dengan PPN:
1. Transaksi Pembelian dan Penjualan Secara Tunai
Transaksi perolehan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
Data Pembelian BKP yang diterima langsung Faktur Pajaknya:
Harga BKP Rp 100.000.000
Rabat 10% Rp 10.000.00 -
Rp 90.000.000
Potongan tunai 3% Rp 2.700.00 -
Rp 87.300.000
Harga setelah potongan
Pajak pertambahan Nilai 10% Rp 8.730.000 +
Jumlah Pembayaran Tunai Rp 96.030.000
Potongan tunai yang dicantumkan dalam Faktur Pajak Standar dapat mengurangi dasar
pajak PPN ayat jurnal yang disusun atas transaksi adalah :
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Pembelian Pajak Masukan Kas | 87.300.000 | 8.730.000 96.030.000 |
Jurnal yang dibuat:
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Kas Penjualan Pajak Keluaran | 96.030.000 | 87.300.000 8.730.000 |
2. Pembelian secara kredit
a. Pembelian Kredit kepada PT Amanda seharga Rp 50.000.000 (Faktur Pajak belum dibuat).
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Pembelian Pajak Masukan Belum Difakturkan Utang | 50.000.000 5.000.000 | 55.000.000 |
b. Terdapat retur sebesar Rp 4.000.000 dalam hal ini tidak perlu dibuat Nota Retur karena Faktur Pajak belum dibuat.
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Utang Retur Pembelian Pajak Masukan belum difakturkan | 87.300.000 | 8.730.000 96.030.000 |
c. Pembayaran kepada PT Amanda dengan potongan 5% dan faktur pajak diterima:
Harga Pembelian Rp 50.000.000
Retur Pembelian Rp 4.000.000 -
Rp 46.000.000
Potongan tunai 5% Rp 2.300.000 -
PPP-PPN Rp 43.700.000
PPN 10% Rp 4.370.000
Jumlah Pembayaran Rp 48.070.000
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Utang Pajak Masukan Kas Potongan Pembelian Pajak Masukan belum difakturkan | 50.600.000 4.370.000 | 48.070.000 2.300.000 4.600.000 |
3. Pembelian secara kredit kepada PT Bagus seharga Rp 100.000.000. Tetapi hingga akhir bulan belum dibayar dan Faktur Pajak belum diterima.
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Pembelian Pajak Masukan Difakturkan Utang | 100.000.000 10.000.000 | 110.000.000 |
4. Membayar uang muka pesanan BKP seharga Rp 60.000.000. Faktur Pajak telah diterima dan BKP sampai akhir bulan belum dikirim/diterima.
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Uang Muka Pembelian Pajak Masukan Kas dan Bank | 30.000.000 3.000.000 | 33.000.000 |
5. Pembayaran jasa konsultan di Hong Kong sebesar US $4.000. Kurs jual per US $1,00 = Rp 9.200,00. Kurs Menteri Keuangan Rp 9.100,00 seperti dalam Undang-Undang Pemanfaatan JKP dari luar negeri atau dari luar daerah pabean terutang PPN, dan terdapat juga PPh Pasal 26 sebesar 20% (untuk diperhatikan juga dalam kasus-kasus yaitu ada atau tidaknya Tax Treaty).
Jasa konsultan luar negeri (4.000 x Rp 9.200) Rp 36.800.000
PPh Pasal 26 (20% x $4000 x Rp 9.100) Rp 7.280.000
Rp 29.520.000
PPN jasa luar negeri Rp 3.640.000
(10% x $4000 x Rp 9.100)
Total Rp 33.160.000
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Biaya Jasa Konsultan Pajak Masukan Jasa Luar Negeri PPh Pasal 26 Terhutang KAs dan Bank | 36.800.000 3.640.000 | 7.280.000 33.160.000 |