Archives

gravatar

PPh Penimbunan Tanah

Jakarta - Perusahaan tempat saya kerja sedang melakukan perluasan area industri. Sehingga dilakukan penimbunan tanah atas rawa di sekitarnya. Yang menjadi pertanyaan saya, PPh apakah yang dikenakan atas jasa penimbunan tanah tersebut terhadap sub contractor kami.

Saya telah melakukan konsultasi kepada beberapa AR kenalan saya. Tetapi saya mendapat berbagai jawaban yang bervariasi. Ada yang mengatakan dikenakan pasal 23 dan ada yang mengatakan dikenakan PPh Final Pasal 4 ayat 2. PPh mana kah yang sebenarnya harus saya kenakan?

Jawaban:

Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008 tanggal 20 Juli 2008 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi antara lain mengatur hal-hal sebagai berikut:

Pekerjaan Konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.

Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final.

Tarif Pajak Penghasilan untuk usaha Jasa Konstruksi adalah sebagai berikut:

a.2% (dua persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha kecil;

b.4% (empat persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha;

c.3% (tiga persen) untuk Pelaksanaan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa selain Penyedia Jasa sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b;

d.4% (empat persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan

e.6% (enam persen) untuk Perencanaan Konstruksi atau Pengawasan Konstruksi yang dilakukan oleh Penyedia Jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha.

Yang dimaksud dengan "kualifikasi usaha" adalah stratifikasi yang ditentukan berdasarkan sertifikasi yang dikeluarkan oleh Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi.

Berdasarkan penjelasan diatas, jasa perluasan area industri berupa penimbunan tanah yang dilakukan oleh sub-kontraktor Anda dapat dikategorikan sebagai Pekerjaan Konstruksi. Lebih lanjut, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 244/PMK.03/2008 tentang Jenis Jasa Lain Sebagaimana Dimaksud dalam Pasal 23 Ayat (1) Huruf c Angka 2 Undang-undang Pajak Penghasilan tidak mengatur mengenai pemotongan PPh Pasal 23 atas jasa perluasan area industri. Dengan demikian atas jasa konstruksi tersebut terutang PPh Final Pasal 4 ayat (2) dengan tarif 2% hingga 6% tergantung kualifikasi usaha yang dimiliki oleh sub-kontraktor tersebut.

Yenny Wijaya, Supervisor Tax PB Taxand 
Sumber : www.detik.com

gravatar

Pajak Usaha Furniture

Jakarta - Saya adalah pengusaha mebel skala kecil menengah dengan omset penjualan sekitar Rp 1 miliar per tahun. Saya menyampaikan PPh setiap tahunnya berdasarkan perhitungan laba rugi dan ketemu hitungan plus minus 4% dari laba.

Namun oleh petugas pajak saya dikenai dengan hitungan berdasarkan benchmark usaha furniture yang nilainya 9% dari Laba. Apakah memang penghitungan PPh harus berdasarkan benchmark yang besarnya berlainan setiap jenis usaha. Mohon penjelasan.

Jawaban :

Benchmarking adalah salah satu upaya DJP dalam memantau potensi perpajakan wajib pajak dan menguji apakah wajib pajak telah melaksanakan kewajibannya sesuai dengan peraturan perpajakan. Model benchmarking diadopsi oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka melaksanakan fungsinya memberikan bimbingan dan pengawasan terhadap wajib pajak. Dengan berasumsi bahwa wajib pajak dengan karakteristik yang sama akan cenderung memiliki perilaku bisnis yang sama, kondisi keuangan dan perpajakan masing-masing wajib pajak dapat dibandingkan dengan suatu benchmark yang mewakili karakteristik wajib pajak bersangkutan.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka Kantor Pelayanan Pajak dapat menggunakan total benchmarking sebagai alat bantu untuk menilai kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajibannya. Hal ini ditegaskan dalam lebih lanjut dalam Pasal 2 SE-96/PJ/2009 mengenai Rasio Total Benchmarking Dan Petunjuk Pemanfaatannya menyebutkan bahwa “Total benchmarking hanya merupakan suatu alat bantu (supporting tools) yang dapat digunakan oleh aparat pajak dalam membina wajib pajak dan menilai kepatuhan perpajakannya serta tidak dapat digunakan secara langsung sebagai dasar pengerbitan surat ketetapan pajak.”

Lebih lanjut, dalam Pasal 3 disebutkan pula Wajib Pajak yang memiliki kinerja keuangan yang lebih rendah daripada benchmark, tidak selalu berarti bahwa wajib pajak tersebut tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya dengan benar. Perlu diagnosa lebih mendalam untuk dapat menentukan apakah wajib pajak tersebut benar-benar tidak patuh atau terdapat faktor-faktor lain yang menyebabkan wajib pajak memiliki kinerja yang berbeda dengan benchmark.

Berdasarkan penjelasan diatas, apabila laporan keuangan dan SPT yang telah anda laporkan sudah sesuai dengan UU PPh, maka atas hasil perhitungan laba rugi sebesar 4 % dapat dijelaskan dengan disertai bukti-bukti yang mendukung kepada petugas pajak yang bersangkutan.

Hendry, Supervisor PB Taxand
(qom/qom)
Sumber : www.detik.com