PAJAK PERTAMBAHAN NILAI
Sajarah Pajak Pertambahan Nilai
Pajak penjualan di Indonesia mulai 1 Oktober 1951 berdasarkan Undang-Undang Darurat Tahun 1951 No 19 Lembar Negara No 94 Tahun 1951, yang kemudian disahkan menjadi Undang-Undang No 35 Tahun 1951. Sebelum ada Pajak Penjualan tahun 1951 telah ada Pungutan Pajak atas penyerahan barang yang dikenai dengan Pajak Peredaran atas dasar Undang-Undang Darurat No 12 Tahun 1950 yang ditetapkan tanggal 13 Februari 1950 yang perlakuannya ditangguhkan sampai Januari 1951. Pada Tahun 1983 dilakukan pembaruan yang dikenal dengan Pajak Pertambahan NIlai (PPN) dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) yang berlaku efektif tanggal 1 April 1985. Pada Tahun 2000 pemerintah melakukan perubahan undang-undang yang berlaku efektif 1 Januari 2001.
Objek Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas :
1. Penyerahan Barang KEna Pajak didalam Daerah Pabean yang dilakaukan oleh pengusaha;
Penyerahan barang yang dikenakan pajak haras memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Barang berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak
b. Barang tidak berwujud yang diserahkan merupakan Barang Kena Pajak tidak berwujud
c. Penyerahan dilakukan didalam Daerah Pabean
d. Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan
2. Impor Barang Kena Pajak
Pajak yang dipungut pada saat impor barang. Pungutan dilakukan melalui Direktorat Jendaral Bea dan Cukai. Berbeda dengan penyerahan Barang Kena Pajak ke dalam Daerah Pabean tanpa memerhatikan apakah dilakukan dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya atau tidak, tetap dikenakan pajak. Impor Barang Kena Pajak berdasarkan ketentuan Perundang-undangan Pabean dibebaskan dari pungutan Bea Masuk, pajak yang terutang tetap dipungut kecuali ditetapkan lain oleh Menteri Keuangan.
3. Penyerahan Jasa Kena Pajak yang diliakukan didalam Daerah Pabean yang dilakukan oleh Pengusaha;
Penyerahan jasa yang terutang pajak harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a. Jasa yang diserahkan merupakan Jasa Kena Pajak,
b. Penyerahan dilakukan di dalam Daerah Pabean,
c. Penyerahan dilakukan dalam kegiatan usaha atau pekerjaan pengusaha yang bersangkutan.
4. Pemanfaatan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean;
Untuk dapat memberikan perlakuan pengenaan pajak yang sama dengan impor Barang Kena Pajak, maka atas Barang Kena Pajak tidak berwujud yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean juga dikenakan pajak.
5. Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dan luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean; atau terhadap jasa yang berasal dari luar Daerah Pabean yang dimanfaatkan di dalam Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-Undang PPN.
6. Ekspor Barang Kena Pajak oleh Pengusaha Kena Pajak;
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan dalam Daerah Pabean ke luar Daerah Pabean dikenakan pajak menurut Undang-Undang PPN.
7. Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan;
Sesuai dengan ketentuan Pasal 16C Undang-Undang PPN dan PPnBM, Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas kegiatan membangun sendini yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan oleh pihak lain yang batasan dan tata caranya ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
Barang Pajak Pajak
Barang Kena Pajak (BKP) adalah barang berwujud yang menurut sifat atau hukumnya dapat berupa barang bergerak atau barang tidak bergerak dan barang tidak berwujud yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPnBM.
Barang Kena Pajak dipersyaratkan:
1. Barang berwujud atau barang tidak berwujud (Merek Dagang Hak Paten, Hak Cipta, dan lain-lain);
2. Dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai
Pasal 4 A Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai yang memberikan peluang pengaturan tentang jenis-jenis barang yang tidak dikenakan PPN meliputi :
1. Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang yang diambil langsung dari sumber jenisnya seperti minyak mentah (crude oil), gas bumi, pasir dan kerikil, bijih besi, bijih timah, dan bijih emas.
2. Barang-barang kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan oleh rakyat banyak seperti beras dan gabah, jagung, sagu, kedelai, garam baik yangberyodium maupun yang tidak beryodium.
3. Makanan dan minuman yang disajikan di hotel, restoran, rumah makan, warung dan sejenisnya. Tidak dikenakannya inilah untuk menghindarkan pajak berganda karena telah ditetapkan sebagai objek pajak daerah.
4. Uang, emas batangan, dan surat-surat berharga.
Jasa Kena Pajak
Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pelayanan berdasarkan suatu perikatan atau perbuatan hukum yang menyebabkan suatu barang atau fasilitas atau kemudahan atau hak tersedia untuk dipakai, termasuk jasa yang dilakukan untuk menghasilkan barang karena pesanan atau permintaan dengan bahan dan atas petunjuk dari pemesan, yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang PPN dan PPn BM.
Pasal 4A ayat (3) Undang-Undang PPN dan PPnBM telah menetapkan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN meluputi :
1. Jasa di bidang pelayanan kesehatan medik.
2. Jasa di bidang pelayanan sosial.
3. Jasa di bidang pengiriman surat dengan perangko.
4. Jasa di bidang perbankan, asuransi, dan sewa guna usaha dengan hak opsi
5. Jasa di bidang keagamaan.
6. Jasa di bidang pendidikan.
7. Jasa di bidang kesenian dan hiburan yang telah dikenakan pajak hiburan
8. Jasa di bidang penyiaran yang bukan bersifat iklan.
9. Jasa di bidang angkutan umum di darat dan di air.
10. Jasa di bidang tenaga kerja.
11. Jasa di bidang perhotelan.
12. Jasa yang disediakan oleh pemerintah dalam rangka menjalankan pemerintahan secara umum.
PENYERAHAN BARANG KENA PAJAK (BKP)
Pengertian penyerahan dimaksudkan sebagai penyerahan hak, pengalihan hak atas barang, pemakaian sendiri dan penyerahan lainnya seperti penyerahan karena konsinyasi. Termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak sesuai Undang-Undang PPN adalah:
1. Penyerahan hak atas Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian;
Perjanjian yang dimaksudkan meliputi jual beli, tukar-menukar, jual beli dengan angsuran, atau perjanjian lain yang mengakibatkan penyerahan hak atas barang.
2. Pengalihan Barang Kena Pajak karena suatu perjanjian sewa beli dan perjanjian leasing;
Penyerahan Barang Kena Pajak juga dapat terjadi karena perjanjian sewa beli atau perjanjian sewa guna usaha (leasing). Adapun yang dimaksud dengan penyerahan karena perjanjian sewa guna usaha adalah penyerahan yang disebabkan oleh perjanjian sewa guna usaha dengan hak opsi. Meskipun pengalihan atau penyerahan hak atas Barang Kena Pajak belum dilakukan dan pembayaran atas harga jual Barang Kena Pajak tersebut dilakukan secara bertahap, tetapi karena penguasaan atas Barang Kena Pajak telah berpindah dari penjual kepada pembeli atau dari lessor kepada lessee, maka penyerahan Barang Kena Pajak dianggap telah terjadi pada saat perjanjian ditandatangani, kecuali apabila saat berpindahnya penguasaan secara nyata atas Barang Kena Pajak tersebut terjadi lebih dahulu daripada saat ditandatanganinya perjanjian.
3. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada pedagang perantara atau melalui juru lelang;
Pedagang perantara adalah orang pribadi atau badan yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dengan nama sendiri melakukan perjanjian atau perikatan atas dan untuk tanggungan orang lain dengan mendapat upah atau balas jasa tertentu, misalnya komisioner. Sedangkan yang dimaksud dengan juru lelang adalah juru lelang pemerintah atau yang ditunjuk oleh Pemerintah.
4. Pemakaian sendiri dan atau pemberian cuma-cuma atas Barang Kena Pajak;
Pemakaian sendiri diartikan pemakaian untuk kepentingan pengusaha sendiri, pengurus, atau karyawannya. Sedangkan pemberian cuma-cuma diartikan sebagai pemberian yang diberikan tanpa pembayaran, antara lain pemberian contoh barang untuk promosi kepada relasi atau pembeli.
5. Persediaan Barang Kena Pajak dan aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan sepanjang PPN atas perolehan aset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan;
Persediaan Barang Kena Pajak dan aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan disamakan dengan pemakalan sendiri sehingga dianggap sebagai penyerahan Barang Kena Pajak. Khusus untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, hanya dikenakan PPN apabila memenuhi persyaratan yaitu bahwa PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
6. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang taua sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang ;
Apabila suatu perusahaan mempunyai lebih dari satu tempat pajak terhutang yaitu tempat melakukan penyerahan Barang Kena Pajak kepada pihak lain, baik sebagai pusat maupun sebagai cabang perusahaan, maka undang-undang ini menganggap bahwa pemindahan Barang Kena Pajak anatartempat tersebut merupakan penyerahan Barang Kena Pajak. Yang dimaksud dengan cabang dalam ketentuan ini termasuk antara lain lokasi usaha, perwakilan, unit pemasaran dan sejenisnya.
7. Penyerahan Barang Kena Pajak secara konsinyansi;
Dalam hal penyerahan secara konsinyasi, PPN yang sudah dibayar pada waktu Barang Kena Pajak yang bersangkutan diserahkan untuk dititipkan dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran pada Masa Pajak terjadinya penyerahan Barang Kena Pajak yang dititipkan tersebut.
Tidak Termasuk Penyerahan Barang Kena Pajak
Tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak adalah :
1. Penyerahan Barang Kena Pajak kepada makelar sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang;
Pengertian makelar dalam KUHD yaitu pedagang perantara yang diangkat oleh Presiden atau oleh pejabat yang oleh Presiden dinyatakan berwenang untuk itu. Dalam menyelenggarakan perusahaannya, yaitu melakukan pekerjaan dengan mendapat upah atau provisi tertentu atas amanat dan atas nama orang-orang lain yang dengan mereka tidak terdapat hubungan kerja.
2. Penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang-piutang
3. Penyerahan Barang Kena Pajak dari pusat ke cabang atau sebaliknya dan penyerahan Barang Kena Pajak antarcabang, dalam hal Pengusaha Kena pajak tersebut telah memperoleh izin pemusatan tempat pajak terhutang dari Direktur Jenderal Pajak, maka pemindahan Barang Kena Pajak dari satu tempat usaha ke tempat usaha lainnya (pusat ke cabang atau sebaliknya atau antarcabang) dianggap tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, kecuali pemindahan Barang Kena Pajak antartempat pajak terhutang.
4. Penyerahan Barang Kena Pajak dalam rangka perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aset perusahaan yang diikuti dengan perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak. Apabila terjadi perubahan bentuk usaha atau penggabungan usaha atau pengalihan seluruh aset perusahaan yang mengakibatkan juga terjadinya perubahan pihak yang berhak atas Barang Kena Pajak, maka peristiwa tersebut diperlakukan sebagai tidak terjadi penyerahan Barang Kena Pajak
PENYERAHAN JASA KENA PAJAK
Pengertian Penyerahan Jasa Kena Pajak (JKP) adalah setiap kegiatan pemberian JKP, termasuk JKP yang digunakan untuk kepentingan sendiri atau Jasa Kena Pajak yang diberikan secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena Pajak. Pemakaian JKP untuk kepentingan sendiri atau pemberian JKP secara cuma-cuma termasuk dalam pengertian penyerahan JKP, dengan pertimbangan untuk mempertahankan adanya perlakuan yang sama sebagaimana halnya pada pemakaian Barang Kena Pajak untuk kepentingan sendiri atau penyerahan barang secara cuma-cuma oleh Pengusaha Kena Pajak.
Jasa Kustodian
Jasa kustodian merupakan jasa yang dilakukan oleh bank yang dapat berupa jasa penitipan, jasa settlement, jasa aksi korporasi (corporate actions), dan jasa registrasi. Jasa custodian yang berupa jasa penitipan adalah jasa yang terutang PPN. Sedangkan Jasa custodian yang berupa jasa settlement, jasa corporate actions, dan jasa registrasi merupakan jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.
Jasa Consumer Credit, Credit Card dan Debit Card
Berdasarkan Surat Edaran No. 34/PJ.53/1995 Tanggal 1 Agustus 1995, jasa consumer credit, Credit card, dan debit card merupakan jenis jasa yang tidak dikenakan PPN, sehingga atas penyerahannya tidak terutang PPN. Atas penyerahan Barang Kena Pajak atau JKP yang harganya dilunasi dengan menggunakan fasilitas consumer credit atau credit card atau debit card, tetap terutang PPN dan/atau PPnBM sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Penagihan Listrik dan Telepon oleh Bank
Berdasarkan Surat Edaran No. SE. 631PJ.5311995 Tanggal 29 Desember 1995, jasa penagihan rekening listrik dan telepon yang dilakukan oleh bank merupakan jasa yang tidak dikenakan PPN. Dengan demikian atas penyerahan jasa penagihan listrik dan telepon tersebut tidak terutang PPN.
Jasa Angkutan dan Jasa Ekspedisi Muatan
Surat Direktur Jenderal Pajak No. S-4261PJ.5311996 Tanggal 13 Februari 1996 menyatakan bahwa jasa angkutan umum di darat, laut, udara, udara, maupun sungai yang dilakukan oleh pemerintah maupun oleh swasta, dan jasa angkutan udara luar negari termasuk di dalamnya jasa angkutan dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri tersebut, meruakan salah satu kelompok jenis jasa yang tidak dikenakan PPN.
PAJAK PENJUALAN AlAS BARANG MEWAH
Terhadap penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) di samping dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagaimana telah disebut dalam Pasal 4 Undang-Undang PPN dan PPnBM dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Beberapa karakteristik yang perlu dipahami dalam PPnBM adalah :
1. Pengenaan terhadap PPnBM ini hanya satu kali yaitu pada saat penyerahan BKP yang tergolong mewah oleh pengusaha yang menghasilkan atau pada saat impor.
2. PPnBM tidak dapat dilakukan pengkreditannya dengan PPN. Apabila eksportir mengekspor BKP yang tergolong mewah, maka PPnBM yang telah dibayar pada saat perolehan dapat direstitusi.
Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah
Sebagai Objek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah:
1. Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh pengusaha yang menghasilkan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya
2. Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.
TARIF PAJAK
Tarif Pajak Pertambahan Nilai
1. Tarif Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10% (sepuluh persen)
Tarif PPN yang berlaku atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan JKP adalah tarif tunggal, sehingga mudah dalam pelaksanaannya dan tidak memerlukan daftar penggolongan barang atau penggolongan jasa dengan tariff yang berbeda sebagaimana berlaku pada Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
2. Tarif Pajak Pertambahan Nilai atas ekspor Barang Kena Pajak sebesar 0% (nol persen).
Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan PPN dengan tariff 0% (nol persen). Pengenaan tarif 0% (nol persen) bukan berarti pembebasan dari pengenaan PPN. Dengan demikian, Pajak Masukan yang telah dibayar dari barang yang diekspor tetap dapat dikreditkan.
Tarif pajak Penjualan atas Barang Mewah
1. Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah serendah-rendahnya 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Tarif Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat ditetapkan dalam beberapa pengelompokan tarif, yaitu tarif terendah sebesar 10% (sepuluh persen) dan paling tinggi 75% (tujuh puluh lima persen). Perbedaan kelompok tariff tersebut didasarkan pada pengelompokan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang atas penyerahannya dikenakan juga Pajak Penjualan atas Barang Mewah. Pengelompokan Barang Kena Pajak ini ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
2. Atas ekspor Barang Kena Pa,jak yang Tergolong Mewah dikenakan pajak dengan tarif 0% (nol persen).
Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah pajak yang dikenakan atas konsumsi Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah di dalam Daerah Pabean. Oleh karena itu, Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor atau dikonsumsi di luar Daerah Pabean, dikenakan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dengan tarif 0% (nol persen). Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang telah dibayar atas perolehan Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah yang diekspor tersebut dapat diminta kembali.
DASAR PENGENAAN PAJAK
Untuk menghitung besarnya pajak yang terutang, diperlukan adanya Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tariff pajak dengan Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual atau Penggantian atau Nilai Impor atau Nilai Ekspor atau Nilai Lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang.
Selanjutnya yang dimaksud dengan Harga Jual, Penggantian, Nilai Ekspor, dan Nilai Impor adalah:
1. Harga Jual
Harga jual ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh penjual karena penyerahan Barang Kena Pajak, tidak termasuk PPN yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
2. Penggantian
Penggantian ialah nilai berupa uang termasuk semua biaya yang diminta atau seharusnya diminta oleh pemberi jasa karena penyerahan Jasa Kena Pajak, tidak termasuk pajak yang dipungut menurut undang-undang ini dan potongan harga yang dicantumkan dalam Faktur Pajak.
3. Nilai Ekspor
Nilai Ekspor ialah nilai berupa uang, termasuk semua biaya yang diminta atau yang seharusnya diminta oleh eksportir. Nilai Ekspor dapat diketahui dari dokumen ekspor, misalnya harga yang tercantum dalam Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
4. Nilai Impor
Nilai Impor ialah nilai berupa uang yang menjadi dasar perhitungan bea masuk ditambah pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Perundang-unclangan Pabean untuk impor Barang Kena Pajak, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai yang dipungut menurut Undang-Undang PPN dan PPnBM.
Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak
Nilai Lain yang dapat digunakan sebagai Dasar Pengenaan Pajak sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 251/KMK.03/2002 sebagai penyempurnaan Keputusan Menteri Keuangan No. 567/KMK.04/2000 tentang Nilai Lain sebagai dasar Pengenaan Pajak yang diberlakukan mulai tanggal 1 Juni 2002, yaitu :
1. Untuk pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor;
2. Untuk pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor;
3. Untuk penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah perkiraan Harga Jual Rata-Rata;
4. Untuk penyerahan film cerita adalah perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. Untuk persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
6. Untuk aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaan adalah harga pasar wajar;
7. Untuk penyerahan jasa biro perjalanan atau jasa biro pariwisata adalah 10% sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
8. Untuk jasa pengiriman paket adalah 10% (sepuluh persen) dari jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
9. Untuk jasa anjak piutang adalah 5% dari jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon;
Pajak yang terutang atas:
1. Pemakaian sendiri Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah sebesar 10% x Harga Jual atau Penggantjan, setelah dikurangi laba kotor;
2. Pemberian cuma-cuma Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak adalah sebesar 10% x Harga Jual atau Penggantian, setelah dikurangi laba kotor;
3. Penyerahan media rekaman suara atau gambar adalah 10% x perkiraan Harga Jual Rata-Rata;
4. Penyerahan film cerita adalab 10% x perkiraan hasil rata-rata per judul film;
5. Persediaan Barang Kena Pajak yang masih tersisa pada saat pembubaran perusahaah adalah sebesar 10% x harga pasar wajar;
6. Aset yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbeljkan sepanjang PPN atas perolehan aset tersebut menurut ketentuan dapat dikreditkan sebesar 10% x harga pasar Wajar;
7. Penyerahan jasa biro perjalanan/panjwjsata adalah sebesar 10% x 10% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, sehingga tarif efektif adalah 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
8. Jasa pengiriman paket adalah sebesar 10% x10% x jumlah tagihan atau jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih, sehingga tarif efektif adalah 1% x jumlah tagihan atau jumlah yang seharusnya ditagih;
9. Penverahan jasa anjak piutang adalah sebesar 10% x 5% x jumlah seluruh imbalan yang diterima berupa service charge, provisi, dan diskon, sehingga tariff efektif adalab 0,5% x seluruh imbalan tersebut.
Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bagi PKP Pedagang Eceran
Nilai lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak bagi PKP Pedagang Eceran dihitung dengan cara sebagai berikut:
1. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% x Harga Jual Barang Kena Pajak
2. Jumlah Pajak Pertambahan Nilai yang harus dibayar oleh pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran adalah sebesar 10% x 20% x jumlah seluruh penyerahan barang dagangan.
Nilai Penyerahan yang Menggunakan Valuta Asing
Apabila terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP yang pembayarannya ternyata dilakukan dengan menggunakan valuta asing, maka sesuai Peraturan pemerintah (PP) No 50 Tahun 1994 diatur:
1. Pajak yang terutang harus dikonversi ke dalam mata uang rupiah dengan menggunakan kurs yang berlaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat Faktur Pajak dibuat;
2. Terhadap penyerahan BKP dan/atau JKP dilakukan kepada pemungut PPN, besarnya pajak yang terutang harus dikonversi ke mata uang rupiah dengan kurs yang berlaku sesuai Keputusan Menteri Keuangan pada saat pemungut PPN melakukan pembayaran.
CARA MENGHITUNG PAJAK
Cara Menghitung Pajak Pertambahan Nilai
Cara menghitung Pajak Pertambahan Nilai yang terutang adalah dengan mengalikan Tarif Pajak Pertambahan Nilai (10% atau 0% untuk ekspor Barang Kena Pajak) dengan Dasar Pengenaan Pajak.
PPN yang terutang = Tarif PPN x Dasar Pengenaan Pajak
Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau Nilai Lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan yang dipakai sebagai dasar untuk menghitung pajak yang terutang. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang ini merupakan Pajak Keluaran yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak. Bagi Pengusaha Kena pajak pembeli merupakan Pajak Masukan.
Contoh :
Pengusaha Kena Pajak secara yang sudah menjual Barang Kena Pajak secara tunai seharga Rp 40.000.000.
Besarnya PPN Terhutang 10% X Rp 40.000.000 = Rp 4.000.000
PPN atau PPnBM Menjadi Bagian dari Harga
Dalam hal PPN atau PPnBM telah menjadi bagian dari harga atau pembayaran atas perahan barang kena pajak atau penyerahan Jasa Kena Pajak, maka PPN dan PPnBM yang terutang dihitung: 1/110 atau 1/130 (tergantung tariff PPnBM) dikalikan dasar pengenaan Pajak atau diartikan dengan dikalikan harga atau pembayaran atas penyerahan Barang Kena Pajak atau Penyerahan Jasa Kena Pajak.
Contoh :
PT Cahaya membeli sebuah mobil seharga Rp 130.000.000 termasuk PPN dan PPnBM.
PPN Terhutang = 10 X Rp 130.000.000 =Rp 10.000.000
30
PnBM = 20 x 130.000.000 = Rp 20.000.000
Total PajakTerutang Rp 30.000.000
Perhitungan PPN dan PPnBM dalam Satu Transaksi
Dalam suatu transaksi dapat terjadi bahwa transaksi tersebut menjadi objek PPN dan objek PPnBM karena BKP yang dijual tergolong mewah.
Contoh :
PT Yulanda adalah sebagai importir melakukan impor Air Conditioner (AC) sebanyak 2000 unit dari Jepang dengan harga impor (CIF) US $500,00 per unit, atas impor AC terutang Bae Masuk 50%. Kurs berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Rp 7.000,00 per US$ 1,00.
Perhitungan PPN dan PPnBM
Harga Impor (CIF) = 2.000 X $ 500,00 X Rp 7.000 Rp 7.000.000.000
Bae Masuk 50% X Rp 7.000.000.000 Rp 3.500.000.000
Nilai Impor Rp 10.500.000.000
PPN terhutang 10% X Rp 10.500.000.000 Rp 1.050.000.000
PPnBM 20% X Rp 10.500.000.000 Rp 2.100.000.000
Jumlah yang harus dibayar importer Rp 13.650.000.000
Selanjutnya atas AC tersebut dijual kepada distribusi PT Segar dengan harga R 4.000.000 per unit AC. Perhitungan harga penyerahan sebagai jumlah yang bayar PT Segar sebagai berikut:
Harga per unit AC Rp 4.000.000
Mengeliminasi PPnBM per unit 1/2000 X Rp 2.100.000.000 Rp 1.050.000
Dasar Pengenaan PPN Rp 2.950.000
PPN terhutang 10% X Rp 2.950.000 Rp 295.000
Jadi jumlah yang harus dibayar PT Segar Rp 4.000.000 + Rp 295.000 = Rp 4.295.000
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
Sesuai Ketentuan Pajak Pasal 1 angka 27 Undang-Undang PPN Tahun 2000 bahwa Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai adalah bendaharawan Pemerintah atau pejabat yang melakukan pembayaran yang dananya berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara/Anggaran Pendapatan Belanja Daerah.
Kewajiban yang melekat pada Wajib Pajak untuk melaporkan usaha dan kewajiban memungut, menyetor dan melaporkan pajak yang terutang dalam Undang-Undang PPN sebagai berikut:
1. Terhadap Pengusaha yang melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Penyerahan Jasa Kena Pajak di dalam daerah Pabean dan/atau melakukan ekspor Barang Kena Pajak diwajibkan:
a. Melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak
b. Memungut pajak yang terutang;
c. Menyetor Pajak Pertambahan Nilai yang masih harus dibayar dalam hal Pajak Keluaran lebih besar dari Pajak Masukan yang dapat dikreditkan serta menyetorkan pajak;
d. Penjualan atas barang mewah yang terutang;
2. Pengusaha kecil yang memilih dikukuhkan menjadi PKP wajib melaksanakan ketentuan butir di atas.
3. Orang pribadi atau badan yang memanfaatkan Barang Kena Pajak tidak berwujud dari luar Daerah Pabean (perhatikan Pasal 4 huruf d Undang-Undang PPN) dan/atau yang memanfaatkan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean (perhatikan Pasal 4 hurufe) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terhutang (tata cara diatur oleh Keputusan Menteri Keuangan).