KUMPULAN INFORMASI PERPAJAKAN
- All
- amazon store
- Category 2
-
- Browse more categories
- Akuntansi Pajak
- Global tax
- Media Release
- Pajak dan Negara
- Panduan Pajak
- Sejarah pajak
- Tanya jawab
- Tax Review
- Zakat
Archives
Carbon Taxes' Unpredictable Impact on Competitiveness
In fact, the impact may vary — quite a lot — between you and your competitors in the same industry. The particulars of your technology relative to competitors, the specific suppliers you use — all may make your costs higher or lower than rivals. This makes it essential that you view this new carbon economy not as a set of regulations you need to follow, but as an opportunity to separate yourself from those who don't understand the implications of the new rules as well as you do.
Let's agree that the rationale for reducing carbon is critically important. But let's also acknowledge the effects on business will produce outcomes that feel arbitrary and unfair.
The Small Business Case for an Internet Sales Tax
Does Tax Time Need To Be So Taxing?
Account Representative Pajak Lemah Di Pemahaman Bisnis Tower dan Minyak
TEMPO Interaktif, Jakarta - Direktorat Jenderal Pajak mengakui bahwa account representative yang ada saat ini masih belum memahami beberapa bisnis tertentu, seperti bisnis tower dan perminyakan. “Memang masih banyak yang belum memahami,” katanya Kepala Bagian Kepegawaian Direktorat Jenderal Pajak Tri Hidayat Wahyudi dalam acara Ngobrol Santai bersama wartawan di kantor Ditjen Pajak, Jakarta Jumat (29/10)
Untuk meningkatkan pengetahuan terhadap bisnis tertentu, kata Tri, Ditjen Pajak akan mengundang sejumlah ahli untuk memberi pelatihan kepada account representative pajak.
Dia mencontohkan kasus di Madura yang mempunyai banyak bisnis perminyakan, namun account representative yang ada belum paham tentang bisnis ini. “Maka dulu kita undang ahli perminyakan,” kata Tri yang pernah bertugas di Madura.
Demikian pula dengan bisnis tower yang sekarang mulai bermunculan, kata dia akan meminta praktisi dan ahli di bisnis tower ini untuk memberikan pelatihan kepada para AR yang ada.
Account representative adalah petugas yang berada di Kantor Pelayanan Pajak yang telah melaksanakan Sistem Administrasi Modern. Setiap account representative mempunyai beberapa wajib pajak yang harus diawasi.
KUMPULAN INFORMASI PERPAJAKAN: 2010 - Account Representative Pajak Lemah Di Pemahaman Bisnis Tower dan Minyak
Restitusi dari Faktur Fiktif
BISNIS rental mobil Azzahra di kawasan Kiaracondong itu tidak ada jejaknya lagi. Sejak pemiliknya, Andri Hardukardi, ditangkap tim penyidik pegawai negeri sipil Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I, usaha itu ikut gulung tikar. Didatangi pekan lalu, rumah bercat putih bekas lokasi penyewaan mobil itu kini ditempati perusahaan suku cadang sepeda motor Fuboru.
Di depan lokasi rental mobil itulah Andri Hardukardi "diamankan" tahun lalu. Pegawai Seksi Pengawasan dan Konsultasi I Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas ini tertangkap tangan membawa satu dus dokumen pajak tanpa izin. Andri kini ditahan di penjara Kebonwaru. Kasusnya disidangkan di Pengadilan Negeri Bandung.
Ia didakwa menilap ratusan dokumen wajib pajak dan data perpajakan lainnya dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying dan Cicadas. Data pajak yang digondol dari 2006 hingga 2009. Sumber Tempo di Jakarta memberikan isyarat, kasus ini bukan sekadar pencurian dan pemalsuan biasa. "Ini kasus pajak yang patut diawasi," katanya.
Motifnya, kata sumber itu, bukan sekadar memeras wajib pajak. Kasus pencurian data ini justru diduga untuk menghapus jejak kejahatan pajak yang berlangsung bertahun-tahun. Data itu dulunya dipakai untuk pengajuan restitusi dengan menggunakan faktur pajak pertambahan nilai fiktif. Bukan cuma itu. Sumber lain mengatakan pelenyapan database ini juga terkait dengan pemalsuan surat setoran pajak dan rekayasa surat pajak tahunan dalam rangka sunset policy.
Tadinya, kasus Andri Hardukardi hendak diumumkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menggelar jumpa pers di Direktorat Jenderal Pajak, Senin dua pekan lalu. Namun hal itu urung dilakukan. "Karena masih tahap penyidikan," kata Direktur Jenderal Pajak Tjiptardjo. Sri Mulyani saat itu menyatakan Kementerian Keuangan akan menyisir pejabat pajak di Direktorat Jenderal Pajak yang diduga melakukan tindakan kriminal di sektor restitusi pajak memakai faktur pajak pertambahan nilai fiktif. Ia mengakui modus operandi kejahatan ini bersifat sistemik.
Kejahatan pajak dengan modus mencuri dokumen dan melenyapkan database ini menyedot perhatian Kementerian Keuangan. "Kasus ini melibatkan jaringan dan berujung pada pejabat pajak lama," ujar sumber tadi. Bekas pejabat ini, kata dia, masih memiliki jaringan yang kuat di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak, terutama di tingkat eselon dua. Saat ditanya siapa bekas pejabat yang dimaksud, sang sumber cuma tersenyum.
Jaringan pencurian dokumen ini bergerak dalam sistem sel. Namun tiap sel saling terkait. "Karena mereka harus saling konfirmasi ke kantor pelayanan pajak pratama lainnya," kata sumber itu. Bila dirunut-runut, bukan tidak mungkin kasus Andri Hardukardi berkaitan dengan sindikat pajak yang saat ini ditangani Kepolisian Wilayah Kota Besar Surabaya.
Kasus Bahasyim Assifie, Andri Hardukardi, dan Eddy Setiadi-pegawai pajak yang tersangkut kasus pajak Bank Jabar dan saat ini ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi-hanya contoh kecil dari sebagian sel yang berkembang di Direktorat Jenderal Pajak. Itu sebabnya Sri Mulyani memberikan sinyal, pengusutan akan dilakukan terhadap pejabat pajak, baik yang aktif maupun yang tidak aktif, hingga bekas pejabat paling tinggi.
Setelah pengunduran dirinya dari posisi menteri mencuat ke publik, Sri Mulyani memastikan reformasi di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak tidak berhenti. "Saya bisa kapan pun diganti, tapi reformasi ini kebutuhan inheren organisasi," katanya saat wawancara khusus dengan Tempo dua pekan lalu.
Di mal itu, tim kepatuhan internal menyampaikan rencana penyelidikan terhadap Andri dalam kaitan dengan dugaan penyalahgunaan wewenang. Atas informasi itu, tim penyidik pajak Jawa Barat melakukan pengintaian. "Saya yang bertugas mengintai," kata Agus Suparman. Mereka juga meminta bantuan Kepolisian Resor Kota Bandung Tengah.
Jumat pekan berikutnya, mereka memperoleh informasi bahwa Andri membawa setumpuk dokumen ke dalam mobilnya. "Saat itu Andri tampak ke luar kantor membawa dus," kata Sandi Irawan saat bersaksi di pengadilan, Rabu pekan lalu.
Mengendarai Kijang Innova hitam, Andri singgah sebentar ke lokasi rental mobil miliknya. Tim kepatuhan dan tim penyidik membuntuti ke sana. Saat hendak meninggalkan tempat itulah mobil Andri dihentikan oleh mobil yang dikendarai Edward Simanungkalit. Ia lalu dibawa ke Hotel Sanni Rosa di kawasan Hegarmanah, Setiabudi. Dia diperiksa oleh tim kepatuhan internal dan tim penyidik pajak Jawa Barat I. "Dia satu kamar dengan saya," kata Ihwanul Muslimin, anggota tim kepatuhan lainnya.
Tim juga memeriksa beberapa barang di dalam mobil Andri. Di situ ditemukan dokumen surat setoran bea perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan. Mereka juga menemukan data bejibun yang berkaitan dengan dugaan pemalsuan dokumen dan restitusi pajak pertambahan nilai. Di antaranya data printout dan aplikasi program pajak keluaran dan pajak masukan. Yang paling dahsyat, terdapat pula data wajib pajak di seluruh Indonesia yang mengajukan restitusi pajak pertambahan nilai.
Besoknya, Direktur Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur Estu Budiarto datang ke Sanni Rosa. Melalui pesan pendek, Estu mengabarkan perkembangan ke Darmin Nasution, Direktur Jenderal Pajak saat itu. Darmin meminta penyelidikan dilanjutkan. Siang harinya, Andri diantar ke rumahnya di Kompleks Taman Melati, Kecamatan Cimenyan, Bandung.
Tim kepatuhan dan tim penyidik memberi tahu Sri Suryani, istri Andri, bahwa suaminya hendak berdinas dengan tim kantor pusat. Di lantai dua rumah itu, tim penyidik menemukan dokumen lain terkait dengan pekerjaan Andri saat menjabat Pelaksana Seksi Pajak Penghasilan Badan dan Seksi Pajak Pertambahan Nilai di Kantor Pelayanan Pajak Cibeunying pada 2006. "Berkas-berkas ini semestinya berada di gudang arsip kantor," kata Sandi. Sore harinya, dokumen tadi beserta komputer pribadi Andri diboyong ke Sanni Rosa.
Dari komputer itu kembali diperoleh data faktur pajak fiktif dan restitusi pajak pertambahan nilai. Ditemukan juga beberapa file yang tidak ada kaitannya dengan kewenangan Andri sebagai petugas account representative di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cicadas.
Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur kemudian membuat berita acara permintaan keterangan pada 5 April 2009. Adjat Djatnika, Kepala Subdirektorat Kepatuhan Internal, datang ke Hotel Sanni Rosa, mengawasi pekerjaan itu. Pemeriksaan kelar sore hari. Andri lalu diantar pulang ke rumahnya.
Dari pemeriksaan diperoleh indikasi Andri melakukan pelanggaran kepegawaian dan fiskal. Kasus pencurian dan pemalsuan ini dilimpahkan ke Kepolisian Wilayah Kota Besar Bandung dan Kepolisian Resor Kota Bandung Tengah pada awal Juni tahun lalu.
Awal Februari lalu, berkas perkara pencurian dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri Bandung. Adapun untuk kasus pemalsuan, Kepolisian Bandung masih menunggu lampu hijau dari Menteri Keuangan untuk membuka dan meminjam berkas wajib pajak serta audit forensik server komputer. Sedangkan untuk kasus dugaan tindak pidana fiskal, tim intelijen dan penyidikan Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak tengah melakukan pemeriksaan bukti permulaan.
Saim Aksinuddin, penasihat hukum Andri, mengatakan isi surat itu juga menuding kliennya punya tanah dan vila seluas dua hektare. "Andri juga dituding sering memeras wajib pajak, mencatut nama pejabat perpajakan, dan menyetor duit ke para bos," kata Saim saat membacakan nota keberatan dalam persidangan, akhir April lalu.
Apa pun pembelaan Andri, kasus ini menyedot perhatian Sri Mulyani. Itu sebabnya ia membentuk tim gabungan, terdiri atas Inspektorat Bidang Investigasi Kementerian Keuangan, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur, dan Komite Pengawasan Perpajakan. "Tim gabungan akan menyisir potensi aparatur pajak yang ditengarai terlibat," kata Menteri Sri. Tim ini bisa mengakses informasi data pajak hingga ke tingkat yang sangat terperinci dan rahasia untuk mengusut mafia perpajakan.
Direktur Jenderal Pajak Tjiptardjo mengakui kasus restitusi fiktif melibatkan orang dalam pajak. "Tapi memerangi sindikat mafia tidak bisa hanya semalam," katanya. Tidak cuma melibatkan petugas pajak, mata rantai kasus ini juga melibatkan karyawan bank dan konsultan pajak.
Seorang sumber menuturkan, lika-liku permainan faktur pajak pertambahan nilai fiktif terjadi karena sistem yang ada selama ini membuat petugas pajak sulit memeriksa ke lapangan. "Pengajuan restitusi hanya berdasarkan faktur," katanya. Celakanya, faktur pajaknya fiktif, diajukan oleh perusahaan fiktif yang seolah-olah melakukan kegiatan ekspor-impor dengan nomor pokok wajib pajak fiktif. "Mereka bikin dokumen seolah-olah sudah bayar pajak, dan bayar pajaknya kelebihan, lalu minta restitusi ke negara," kata sumber ini.
Permainan ini juga bisa melibatkan orang dalam. Caranya dengan menghidupkan perusahaan-perusahaan non-efektif yang masih punya nomor pokok wajib pajak tapi sudah tidak jelas keberadaan pemiliknya. Perusahaan itu dihidupkan kembali dengan transaksi fiktif. "Yang memainkan data ini orang-orang di operator consul," katanya. "Dan melibatkan pegawai yang lebih tinggi levelnya."
Untuk kasus Bandung, ada indikasi jaringan operator consul ikut bermain. Kasus yang membelit Andri ini, kata sumber tadi, diduga juga terkait dengan faktur pajak pertambahan nilai fiktif ratusan perusahaan ekspor-impor tekstil di Cimahi. Kawasan ini, kata dia, dikenal sebagai pintu keluar pengajuan restitusi palsu. Jejak inilah yang hendak dihapus besar-besaran.
Sumber :http://majalah.tempointeraktif.com/arsip.php (17 Mei 2010)
Tiga jurus menghindari pajak
- Contoh 1. Pemakaian kendaraan dinas. "Jika kendaraan itu dipakai untuk mengangkut relasi bisnis, itu kan termasuk biaya untuk mendapatkan penghasilan," kata seorang konsultan pajak.
- Contoh 2. Biaya entertainment. Hal ini kadang-kadang bisa dimaklumi, sejauh ada batas yang wajar. Celakanya, jika anggaran begitu besar, sehingga mencurigakan. Tentu akan sulit bagi perusahaan mengungkapkan, apalagi jika yang ditraktir itu adalah pejabat.
- Contoh 3. Promosi lewat olahraga. Ketua Umum Ikatan Konsulen Pajak Indonesia, Aris Gunawan, berpendapat bahwa bukan hal aneh jika kini ada perusahaan yang mengatakan, biaya promosinya lewat olahraga bisa mencapai Rp 1 milyar. Promosi model sekarang memang luar biasa. Mulai dari pasang iklan, billboard, bikin kaus, sponsor olahraga, sampai dengan membagi-bagi hadiah. Dan promosi lewat aktivitas olahraga mudah dibuatkan buktinya dengan anggaran palsu. Mulai dari biaya panitia, konsumsi, asrama atlet, transportasi, sampai pemesanan medali.
- Contoh 4. Pajak-pajak seperti PPN (Pajak Pertambahan Nilai) bahkan bisa dimainkan untuk menekan beban PPh badan. Untuk mendapatkan bahan baku, misalnya. Dewasa ini ada perusahaan yang produksinya sudah dikenai PPN, tapi banyak juga yang tidak. Contoh: rumah makan. Mereka yang makan di Wisma Metropolitan Jalan Sudirman tentu terkena PPN 10%. Lain halnya makan di warung yang jauh dari pusat kota, pajak 10% itu tak kan ada. Tapi dalam penghitungan, biaya makan akan tetap dikenai pajak 10%. UU Pajak Penghasilan praktis masih terhitung baru. Jika pemerintah masih memberikan penghargaan, itu mungkin pertanda pemerintah masih ramah, seperti yang dikatakan Ibnu Khaldun. Namun, kesewenangan petugas pajak tak urung terjadi juga.
Belajar pajak dari turki
Terminology of OffShore Corporations
These documents are fundamental to the existence of the company, and detail the rights of the members, the objectives of the company and the internal processes the company.
Certificate of Incorporation
This is issued by the Registrar of Companies, and is proof that the company has been brought into existence. Other information may be necessary to prove that the company has not been liquidated or struck off.
Registration Agent
It is normal for an agent to be appointed in the jurisdiction in which the company is incorporated for the purpose of dealing with official communications with the registrar.
Registered Office
This is the official address of a company, to which official documents are sent and legal notices received. It is normal for the registration agent to provide a registered office. A company may have other business and correspondence addresses.
Members
These are the legal owners of the company. For administrative simplicity, or for anonymity, a corporate service provider may supply nominees who will hold shares on behalf of a beneficial owner, and act on his instructions.
Directors
The individuals who manage the day-to-day affairs of company. In many jurisdictions it is possible for companies to be directors of other companies. Corporate service providers in offshore jurisdictions will often provide directors, provided they are able to control, and be satisfied with, the activities of the company. The company is generally considered to be resident for tax purposes at the place where the decisions are made.
Shadow directors
In some cases, it has been shown that the formally appointed directors merely act as the alter ego of others, blindly following their instructions. In these cases, the courts have considered the those instructing the named directors really control of company, and that the named directors merely rubberstamp decisions. Companies managed in this way run the risk of being deemed to be resident in the jurisdiction where the shadow director is resident. Unpredictable tax consequences may follow.
Company Secretary
This is the person who is responsible for ensuring that the company meets its statutory obligations. Corporate service providers often provide this service.
Statutory Records
A company is obliged to maintain registers setting out certain information about the company. The mandatory records vary from jurisdiction to jurisdiction, as does the level of public access to the information contained in the records. Many jurisdictions require that the records are kept within the jurisdiction in which the company is incorporated. The records required may include minutes of meetings, registers members, directors, officers and charges.
Bookkeeping
Directors are generally required to keep proper records. They may be required to prepare audited accounts. Specific requirements in very between jurisdictions and may depend on the nature of the company's activity. For example all banks will need to prepare audited accounts, whereas a private investment company may not have such an obligation.
KUMPULAN INFORMASI PERPAJAKAN: 2010 - Terminology of OffShore Corporations
Legal tax avoidance vs. criminal tax evasion
The decline in tax revenue through the increase in international tax planning is indeed of great concern for many governments.
It is greed -- and the fear of seeing their deep pockets depleted -- that drives their frenzied attacks against offshore havens, and not a fight against international crime as we are led to believe.
It is the increased use of offshore tax free companies and secretive offshore banking by the general populace that is a major headache for the avaricious high-tax regimes, and not offshore money laundering as they claim.
The offshore exodus
Over half of Europe's top 500 companies have some kind of subsidiary incorporated offshore. About 40% of the companies quoted on the Hong Kong stock exchange are actually domiciled offshore in Bermuda. Multinational companies often create some of the most efficient and ingenious tax mitigation methods through the use of multiple jurisdictions.More and more investors are sending their hard-earned cash on an offshore holiday and are seeing it work harder for them as a result. | |||
Hilary Morison, writing in the mainstream conservative British paper The Daily Telegraph, noted:
"More and more investors are sending their hard-earned cash on an offshore holiday and are seeing it work harder for them as a result.
"Make no mistake, tax evasion, wherever it takes place, is illegal. Tax mitigation, on the other hand, is legal -- and financial advisers reckon it should play an important part in everyone's financial planning."
No wonder the taxman is worried.
Taxman's tactics
Quite predictably, a popular tactic currently in use is to create confusion and blur the line between legal tax avoidance and criminal tax evasion, thus scaring prospective clients of offshore havens into falling back into line.At the same time, offshore financial centres have been accused of "unfair tax competition" and put under undue pressure to throw out all legislative provisions offering tax breaks and bank secrecy to international investors.
Blurring the line
The Fiscal Affairs Committee of the Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) has been at the forefront of the campaign to snuff out "unfair tax competition" at the behest of industrialised world's governments.Donald Johnston, Secretary-General of the OECD, gave his views on the difference between tax evasion and tax avoidance:
The OECD has been at the forefront of the global campaign against legal tax avoidance. | |||
"Tax evasion is easy: it involves breaking the law. By tax avoidance OECD means unacceptable avoidance ... This can be contrasted with acceptable tax planning. What is critical is transparency."
Tax evasion, as Johnston correctly notes, involves breaking the law. It is plainly and simply not paying one's taxes where the law clearly states that they must be paid. It is illegal, and Johnston wastes no time pointing this out.
However, he seems to be reluctant to give a clear definition of tax avoidance.
All good lawyers rely on their books, so to help Johnston out with this "tricky" definition let's seek the answer in the 1995 Oxford Dictionary which defines tax avoidance as "the arrangement of one's financial affairs so that one only pays the minimum amount of tax required by law."
By definition, paying the minimum amount required by law is within the law. It is always legal.
Legal but unacceptable?
In most western democracies, we have come to understand that one's actions can either be within the law, or outside of it -- legal or illegal. This is how civilised societies have functioned for centuries. Yet Johnston's comment suggests that he wishes to introduce an entirely new concept into the legal system: acceptable legality and unacceptable legality.Johnston isn't alone. In Britain, Dawn Primalo, the Paymaster General, is leading a campaign not dissimilar to the Salem Witchhunts. Primalo has warned of the fires that await those who dare to deprive the public purse of its due with the following sermon:
"There is a limit to what we ... regard as acceptable. And that limit is breached when people take advantage of tax breaks in a way Parliament would not have anticipated ... Those who do so must be prepared for us to ... clamp down ... They must recognise they are playing with fire."
Target: Bank secrecy
Let's once more return to Donald Johnston's view on tax avoidance vs. tax evasion. The following remark deserves attention:"What is critical is transparency," says Johnston.
Not only a tax lawyer and a politician, the OECD Secretary-General is proving to be a skilled wordsmith.
In Johnston's world, "transparency" should be understood as the right of high-tax governments to access on demand overseas bank records, thus revealing the location of assets that might have escaped their net.
The OECD has committed itself to ending all forms of bank secrecy worldwide. | |||
The OECD would like to change all that. Under Johnston's direction, the organisation has duly committed itself to ending all forms of bank secrecy worldwide and establishing supranational information exchange protocols.
Source : http://www.offshore-fox.com/
KUMPULAN INFORMASI PERPAJAKAN: 2010 - Legal tax avoidance vs. criminal tax evasion
When Bad Things Happen to Good Taxpayers
Di saat teknologi informasi yang semakin berkembang dalam membantu administrasi pajak modern seperti e-register, e-filing, e-identity (Single Identity Number), online monitoring payment system, e-mail account petugas pajak, Ditjen Pajak dalam melakukan konfirmasi Pajak Masukan masih menggunakan cara manual yaitu melalui surat menyurat. Tidak dipergunakannya konfirmasi Pajak Masukan secara elektronik oleh Ditjen Pajak karena alasan data Pajak Masukan yang terekam tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya karena sering terlambat direkam. Walaupun Ditjen Pajak sudah menerbitkan SE Nomor 10/PJ.52/2006 yang memberikan sanksi atas keterlambatan perekaman data Pajak Keluaran-Pajak Masukan, tetapi dalam praktik keterlambatan perekaman data masih saja sering terjadi, padahal jumlah PKP yang diawasi “hanya” 580.000 pengusaha (Bisnis Indonesia, 28 Februari 2006).
Di lain pihak, Pengadilan Pajak seperti dapat dilihat dalam putusannya yaitu PUT 02227/PP/M.III/16/2004 memperbolehkan PKP Pembeli untuk tetap dapat mengkreditkan Pajak Masukan-nya walaupun hasil konfirmasi diketahui bahwa Pajak Keluaran-nya tidak dilaporkan oleh PKP Penjual atau dengan kata lain hasil konfirmasi dinyatakan “tidak ada” sepanjang dapat dibuktikan melalui suatu prosedur alternatif (arus barang dan arus uang) PKP Pembeli telah dipungut PPN oleh PKP Penjual.
Kasus di Inggris
Bagaimana dengan tentang persyaratan Pajak Masukan yang dapat dikreditkan terkait dengan Pajak keluaran-nya tidak disetor oleh PKP Penjual di negara lain? Untuk menjawab pertanyaan ini dapat disimak kasus Optigen Ltd (C-354/03), Fulcrum Electronics Ltd (C-355/03), Bond House Systems Ltd (C-484/03).
Optigen, Fulcrum, dan Bond House adalah perusahaan (PKP) yang melakukan kegiatan perdagangan. Dalam suatu tahun, perusahaan tersebut membeli komputer dari perusahaan yang didirikan di Inggris untuk kemudian diekspor ke negara lainnya. Ketiga perusahaan tersebut membayar PPN atas pembelian komputer. Oleh karena komputer tersebut diekspor ke negara lain, maka ketiga perusahaan tersebut mengajukan permohonan restitusi atas Pajak Masukan yang telah mereka bayar. Berdasarkan hasil pemeriksaan, ternyata Pajak Masukan yang telah dibayarkan oleh ketiga perusahaan tersebut tidak disetorkan ke kas negara oleh perusahaan yang menjual komputer (PKP Penjual). Berdasarkan hasil temuan tersebut, maka permohonan restitusi ketiga perusahaan tersebut ditolak oleh Otoritas Pajak di Inggris (Commissioners) karena telah terjadi Carousel Fraud.
Atas putusan tersebut Optigen dan Fulcrum mengajukan banding ke VAT and Duties Tribunal, London dan Bond House ke VAT & Duties Tribunal, Manchester. Akan tetapi, putusan dari kedua pengadilan tersebut menyatakan bahwa putusan Commissioners sudah benar. Argumentasi yang diberikan oleh pengadilan tersebut bahwa ketiga perusahaan tersebut tidak dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayarkan karena perusahaan komputer (PKP Penjual) melakukan kecurangan yaitu tidak menyetorkan PPN yang telah ia pungut dari ketiga perusahaan tersebut, walaupun ketiga perusahaan yang membeli komputer tersebut (PKP Pembeli) tidak mengetahui atau tidak terlibat dalam kecurangan tersebut.
Atas putusan tersebut, Optigen, Fulcrum, dan Bond House mengajukan banding ke High Court of Justice of England and Wales, Chancery Division. Putusan yang diterbitkan adalah hak PKP Pembeli untuk mengkreditkan Pajak Masukan tidak boleh dikaitkan dengan kecurangan yang dilakukan oleh PKP Penjual yang tidak menyetorkan PPN yang telah dipungutnya ke kas negara karena PKP Pembeli tidak terlibat atas kecurangan tersebut.
Kesimpulan
PPN adalah merupakan pajak tidak langsung. Dengan demikian, dari sisi yuridis formal membawa konsekuensi logis bahwa apabila PKP Pembeli telah dipotong PPN-nya oleh PKP Penjual maka pada dasarnya sama dengan telah membayar PPN tersebut ke kas negara. Oleh karena itu, jika PKP Penjual tidak menyetorkan PPN yang telah ia pungut, maka Otoritas Pajak seharusnya meminta pertanggungjawaban kepada PKP Penjual dan bukan PKP Pembeli. Dengan kata lain, sepanjang Wajib Pajak telah dipungut PPN-nya oleh PKP Penjual maka hak Wajib Pajak untuk mengkreditkan Pajak Masukan-nya seharusnya tidak dikaitkan dengan ada atau tidak ada-nya jawaban konfirmasi.
KUMPULAN INFORMASI PERPAJAKAN: 2010 - When Bad Things Happen to Good Taxpayers
AKUNTANSI PENGGABUNGAN USAHA
PENYUSUTAN ASET TETAP
Tgl | Akun | Debit (Rp) | Kredit (Rp) |
Biaya penyusutan Akumulasi penyusutan asset tetap | 60.000.000 | 60.000.000 |
Th | Harga Perolehan | Biaya Penyusutan | Ak. Penyusutan | NiLai Sisa Buku |
1 | 300.000.000 | 60.000.000 | 60.000.000 | 240.000.000 |
2 | 300.000.000 | 60.000.000 | 120.000.000 | 180.000.000 |
3 | 300.000.000 | 60.000.000 | 180.000.000 | 120.000.000 |
4 | 300.000.000 | 60.000.000 | 240.000.000 | 60.000.000 |
5 | 300.000.000 | 60.000.000 | 300.000.000 | 0 |
Th | Harga Perolehan | Tarif Penyusutan | Biaya Penyusutan | Ak. Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
1 | 300.000.000 | 5/15 | 85.000.000 | 85.000.000 | 215.000.000 |
2 | 300.000.000 | 4/15 | 68.000.000 | 153.000.000 | 147.000.000 |
3 | 300.000.000 | 3/15 | 51.000.000 | 204.000.000 | 96.000.000 |
4 | 300.000.000 | 2/15 | 34.000.000 | 238.000.000 | 62.000.000 |
5 | 300.000.000 | 1/15 | 17.000.000 | 255.000.000 | 45.000.000 |
Th | Harga Perolehan | Biaya Penyusutan | Ak. Penyusutan | Nilai Sisa Buku |
1 | 300.000.000 | 120.000.000 | 120.000.000 | 180.000.000 |
2 | 300.000.000 | 72.000.000 | 192.000.000 | 108.000.000 |
3 | 300.000.000 | 43.200.000 | 235.200.000 | 64.800.000 |
4 | 300.000.000 | 25.920.000 | 261.120.000 | 38.800.000 |
5 | 300.000.000 | (1.120.000) | 260.000.000 | 40.000.000 |
Th | Harga Perolehan | Jasa | Biaya Penyusutan | Akumulasi Penyusutan | Nilai Sisa Bulan |
1 | 100.000.000 | 3.000 | 3.000X4.750=14.250.000 | 14.250.000 | 85.750.000 |
2 | 100.000.000 | 5.000 | 5.000X4.750=23.750.000 | 38.000.000 | 62.000.000 |
3 | 100.000.000 | 5.000 | 5.000X4.750=23.750.000 | 61.750.000 | 38.250.000 |
4 | 100.000.000 | 4.000 | 4.000X4.750=19.000.000 | 80.750.000 | 19.250.000 |
5 | 100.000.000 | 3.000 20.000 | 3.000X4.750=14.250.000 95.000.000 | 95.000.000 | 5.000.000 |
Th | Harga Perolehan | Jasa | Tarif | Biaya Penyusutan | Akumulasi Penyusutan | Nilai Sisa Bulan |
1 | 300.000.000 | 3.000.000 | 2/20X100%=15% | 39.000.000 | 39.000.000 | 261.000.000 |
2 | 300.000.000 | 5.000.000 | 5/20X100%=25% | 65.500.000 | 104.000.000 | 196.000.000 |
3 | 300.000.000 | 5.000.000 | 5/20X100%=25% | 65.000.000 | 169.000.000 | 131.000.000 |
4 | 300.000.000 | 4.000.000 | 4/20X100%=20% | 52.000.000 | 221.000.000 | 79.000.000 |
5 | 300.000.000 | 3.000.000 20.000.000 | 3/20X100%=15% | 39.000.000 260.000.000 | 260.000.000 | 40.000.000 |
Truk Ke | Harga Perolehan | Jumlah Yang dapat disusutkan | Nilai residu |
1 | 150.000.000 | 140.000.000 | 10.000.000 |
2 | 150.000.000 | 140.000.000 | 10.000.000 |
3 | 200.000.000 | 180.000.000 | 20.000.000 |
4 | 200.000.000 | 180.000.000 | 20.000.000 |
5 | 100.000.000 | 90.000.000 | 10.000.000 |
800.000.000 | 730.000.000 | 70.000.000 |